“O! Mianhae.
Mianhae.” Ucap Jae Eun saat ia sudah berdiri dan sedikit terhuyung karena ia
tiba-tiba berdiri ketika ia bangun tidur.
“Gwaenchana.”
Orang itu pun ikut berdiri.
“Maaf. Apa tuan
sudah lama berada disini?” tanya Jae Eun penasaran.
“Sekitar sepuluh
menit.” Jawab Kwang Min sambil melihat jam tangannya. “Cukup untuk melihatmu
tidur dengan pulas.” Lanjut Kwang Min, Jae Eun merasa seperti orang bodoh.
Mereka berada
ditaman belakang, tepat dibawah pohon tempat biasa Jae Eun merilekskan diri. Kwang
Min memberikan sebuah kotak pada Jae Eun.
“Apa ini tuan?”
tanya Jae Eun setelah menerima kotak tersebut. “Bukankah ini?” Jae Eun
sepertinya pernah melihat benda yang ia pegang. Jae Eun teringat saat ia
bekerja pertama kali, ketika ia membersihkan kamar Kwang Min dan akan menyentuh
kotak itu, tapi Kwang Min melarang dan memarahinya.
“Bukalah jika
kau teringat padaku.” Jawaban Kwang Min membuat Jae
Eun bingung. Kwang Min memandang Jae Eun dengan tatapan yang dalam. Jae Eun yang dilihat begitu menjadi salah tingkah, perlahan-lahan Kwang Min mendekat ke arah Jae Eun.
Eun bingung. Kwang Min memandang Jae Eun dengan tatapan yang dalam. Jae Eun yang dilihat begitu menjadi salah tingkah, perlahan-lahan Kwang Min mendekat ke arah Jae Eun.
“Tuan anda tidak
akan….?” Jae Eun bertanya ragu-ragu saat mengetahui pergerakan Kwang Min. Belum
sempat selesai bertanya, apa yang dipikirkan Jae Eun benar terjadi. Kwang Min
sudah menarik Jae Eun dalam pelukannya.
“Apa kau akan
berkata bahwa oppa-mu akan marah?” ucap Kwang Min dalam pelukannya, seperti
sudah tahu apa yang akan diucapkan Jae Eun padanya. “Jae Eun –ah..aku tidak
takut pada oppa-mu itu. Berikan aku lima
menit saja.” Jae Eun akhirnya membiarkan Kwang Min memeluknya.
*****
Jae Eun dengan
senyum yang mengembang diwajahnya, duduk dengan santai sambil melihat
pemandangan dari balik kaca bus yang ia naiki. Jae Eun mengeluarkan mp3-nya,
mendengarkan musik lewat earphone yang sudah dipasang ditelinganya.
Jae Eun
berharap-harap cemas supaya ia sampai di tempat tujuannya. Jae Eun jadi
teringat saat ia mendapatkan ijin cuti.
“Jae Eun –ah…”
panggil kepala pelayan Kim.
“Ya, nyonya
Kim.”
“Sudah berapa
lama kau bekerja disini?” tanya nyonya Kim.
“Em…kira-kira
sudah tiga ratus hari. Ada
apa nyonya?”
“Apa kau tidak
merindukan keluargamu?”
“Keluarga.” Jae
Eun kemudian terdiam sejenak. “Jika yang nyonya Kim maksud adalah orang tua,
saya sudah tidak punya.” Jae Eun menjawab sambil tersenyum. Nyonya Kim merasa
bersalah menanyakan hal itu pada Jae Eun.
“Mian, Jae Eun.”
“Gwaenchana
nyonya Kim. Aku punya keluarga baru yang ada dipanti jompo. Jika bertanya
padaku apakah aku merindukan keluargaku? Tentu saja. Aku sangat merindukan
mereka. Bahkan dengan orang yang memberiku pekerjaan ini, lewat perantara
nyonya Kim.” Cerita Jae Eun panjang lebar.
“Besok kau boleh
menemui keluargamu Jae Eun.”
“Benarkah?” Jae
Eun tak percaya. “Benar nyonya Kim? Aku boleh menemui mereka?” nyonya Kim
mengangguk mantap menjawab Jae Eun. “Gamsahamnida nyonya Kim. Gamsahamnida.”
*****
Pelan-pelan Jae
Eun melangkah, ia sangat berhati-hati, bahkan ia berjinjit supaya langkah
kakinya tidak terdengar. Langkahnya mengarah pada seseorang di depannya. Jae
Eun sudah berada satu meter dekat orang itu.
“Eonni!!!”
teriak Jae Eun sambil memeluk Hye In yang sedang jongkok membereskan tanaman,
dari arah belakang. Hye In benar-benar terkejut dengan apa yang dilakukan Jae
Eun, tapi sekaligus juga bahagia.
“Jae Eun –ah!!!”
Hye In menyambut Jae Eun dengan pelukan yang hangat. “Aku merindukanmu….”
“Na do eonni.”
“Kau pasti lelah
bukan? Ayo kita masuk ke dalam dulu.”
“Ok! Lets go..”
Dengan semangat
dan rasa bahagia Jae Eun dan Hye In menuju asrama. Saat berjalan pun mereka
juga sambil bercanda. Jae Eun tak lupa menemui ibu kepala saat ia sampai di
panti.
“Anyeonghaseyo
ibu kepala.” Sapa Jae Eun saat berada di ruang ibu kepala.
“Jae Eun
–ah..bagaimana keadaanmu?”
“Anda liatkan
ibu kepala. Aku baik-baik saja.” Jae Eun menjawab dengan bangga.
“Aku senang kau
menikmati pekerjaanmu. Sekarang kau ke kamar dulu dan beristirahat.” Gyu Ri
menyuruh Jae Eun untuk melepas lelah dari perjalanan jauhnya.
*****
“Jae Eun –ah..
kau bilang kau bekerja sebagai baby sister. Aku ingin melihat foto anak yang
kau urus.” Kata Hye In sambil membantu membereskan tempat tidur Jae Eun. Jae
Eun membuka ponselnya dan menunjukkan gambar pada Hye In. Setelah ponsel Jae
Eun berada ditangan Hye In, ia melihat gambar dengan teliti.
“Jae Eun –ah...aku
memintamu untuk melihat anak yang kau urus.” Hye In sedikit kecewa. Dia
berusaha mencari gambar lain yang ada diponsel. “Kenapa kau memberikan gambar
ayahnya.”
“Eonni –a…” Jae
Eun sudah duduk didekat Hye In, di atas tempat tidur. “Orang tadi adalah yang
ku urus.” Jae Eun berkata pelan-pelan, Hye In berfikir sebentar.
“Mwo?!!”
akhirnya Hye In mengerti. “Apa itu bisa disebut baby sister?” Hye In kembali
memperhatikan gambar tadi.
“Tidak tahu.
Tapi itulah pekerjaaanku disana.” Jae Eun sudah dalam posisi merebahkan
tubuhnya. “Asal tahu saja eonni, dia orang yang semena-mena, egois, tidak tahu
perasaan, juga suka meme...” Jae Eun memelankan suaranya ketika akan
mengucapkan kata yang terakhir.
“Jae Eun –ah…kau
dekat dengannya?” tanya Hye In tiba-tiba.
“Ani.”
“Dari ceritamu
tadi sepertinya kau memperhatikannya dengan sangat baik. Tidakkah kau memiliki
perasaan padanya?” Hye In mencoba menyelidiki.
“Eonni….apa yang
kau bicarakan?”
“Lihatlah. Dia
begitu tampan..” Menunjukkan gambar yang ada diponsel itu pada Jae Eun. “Jae
Eun –ah…dari pada kau menunggu oppa-mu yang tidak jelas itu. Kenapa kau tidak
mencoba menarik perhatian majikanmu saja?” Hye In menyarankan pada Jae Eun.
“Eonni!! Kenapa
kau berkata kejam seperti itu? Hah?!!” Jae Eun kemudian berbalik membelakangi
Hye In, dan tidak menghiraukan Hye In.
“Jae Eun –ah…aku
hanya memberi saran padamu.” Ucap Hye In santai sambil bermain game yang ada
diponsel Jae Eun. “Ya sudah kau istirahat saja.”
*****
“Tuan, saya
sudah mendapatkannya kembali.” Ucap sekretaris Yoon di ruang kerja Kwang Mi,
saat sekretaris Yoon sampai di rumah.
“Terima kasih
sekretaris Yoon.” Ucap Kwang Min dengan pandangan yang menerawang jauh.
“Anda tidak akan
berubah pikirankan tuan muda?” sekretaris Yoon mencoba mencari tahu yang
difikirkan Kwang Min.
“Aku sudah
mengambil keputusan untuk membantu mereka, sekretaris Yoon.” Ucap Kwang Min
memandang sekretaris Yoon memberikan jawaban dengan yakin.
“Terima kasih
atas pengertian anda tuan muda.” Sekretaris Yoon membungkukan badannya.
“Sekretaris
Yoon, apa yang kau lakukan? Ini juga menjadi tagung jawabku.”
“Nanti kita
segera berangkat, semua sudah siap. ” sekretaris Yoon menjelaskan.
*****
Jae Eun berjalan
dengan langkah cepat, mencoba menemukan seseorang. Jae Eun seperti orang yang
sedang kebingungan. Akhirnya dia bertemu dengan Hye In.
“Eonni!!”
panggilnya. Hye In berhenti menunggu Jae Eun. “Eonni, aku baru saja dari kamar
nenek. Tapi kenapa nenek tidak ada dan kamarnya juga tertata rapi.”
“Jae Eun, apa
aku belum memberitahumu?”
“Eonni ada apa?”
Jae Eun penasaran. Hye In mengajak Jae Eun untuk duduk dibangku tak jauh dari
tempat mereka berdiri.
“Jae Eun, tadi
pagi sebelum kau datang. Ada
keluarga nenek yang menemui nenek disini. Mereka menjemput nenek untuk pulang
bersama dengan mereka.” Hye In bercerita, wajah Jae Eun sedih, karena dia tidak
bisa bertemu dengan nenek. Hye In memegang tangan Jae Eun, mencoba menguatkan.
*****
“So Yoo eonni,
kenapa kita kumpul disini? Ada
apa?” tanya Jae Eun yang sudah berdiri di samping So Yoo.
“Apa kau tidak
tahu? Bahwa ada yang menggantikan posisi nyonya Kim untuk mengurus rumah ini?”
“Eonni, mana ku
tahu. Aku kan
baru saja pulang dari cuti.”
“O! Iya aku lupa.”
Mereka
berbincang-bincang sambil sudah berbaris dengan rapi. Semua pegawai yang ada di
rumah itu dikumpulkan, untuk memberitahu kepala pengurus yang baru.
“Anyeonghaseyo.”
Sapa orang yang sudah berdiri dihadapan para pegawai. So Yoo dan Jae Eun membelalakan
mata tak percaya.
bersambung...
mem post gambar hye in dan hyo jun
BalasHapushehehehehehe
20112015