Part 10
Langkahnya
dipercepat lagi, supaya sampai tujuan. Terdengar guruh yang besar dilangit,
tapi tak dihiraukan dan lebih mempercepat langkahnya. Bukan, malahan ia
berlari, Jae Eun dengan raut muka cemas dan penuh keringat.
Himbauan untuk
orang-orang agar tidak keluar rumah ternyata benar-benar dijalankan dengan
taat. Bahkan taxi pun tidak ada yang lewat, Jae Eun dengan segera berlari.
Sekitar setengah jam Jae Eun sudah sampai ditempat yang ia tuju. Segera Jae Eun
mencari sesuatu dijalan setapak taman dengan menggunakan lampu senter dari ponselnya.
*****
Ditelevisi
diberitakan akan ada hujan disertai badai di kawasan danau Kawaguchiko.
Orang-orang dihimbau untuk tidak keluar rumah.
Kwang Min
berlari keluar dari restoran yang ada didalam hotel dengan tergesa-gesa.
Brruuukk!!!
Kwang Min
menabrak seseorang, yang ternyata adalah petugas hotel yang membawakan tas
mereka.
“Sumimasen
deshita.” Ucap Kwang Min dan segera melanjutkan langkahnya.
“Tuan, anda mau
kemana?” tanya petugas itu.
“Aku ingin
mencari seseorang.”
“O..mungkin yang
anda maksud nona yang bersama dengan anda itu tuan?” petugas itu
mengingat-ingat.
“Benar.”
“Nona itu
berlari keluar hotel dengan cepat ke arah danau. Apakah tuan akan
menyusulnya?” Kwang Min mengangguk “Tapi tuan sebentar lagi akan ada badai,
anda tidak seharusnya keluar.” Petugas itu memberitahu. Kwang Min tidak
menghiraukan petugas itu dengan cepat ia melesat, lari mencari Jae Eun.
*****
Hujan sudah
mulai turun, petir dan Guntur
pun juga mengiringi turunnya hujan. Setelah lima menit hujan turun, disertai pula dengan angin,
mula-mula pelan tapi bertenaga. Lama-lama angin menjadi lebih kencang,
pohon-pohon disekitar bergoyang diterpa angin.
Kwang Min tetap
berlari melawan kencangnya angin, langkahnya tergopoh-gopoh. Bajunya basah
kuyup terkena air hujan, napasnya terengah-engah. Terkadang Kwang Min ingin
berhenti, tapi diurungkan niatnya itu.
Kwang Min sudah
sampai didepan restoran tempat pertemuan tadi siang. Kwang Min berjalan lebih
jauh, pandangan matanya terbatas karena derasnya hujan yang turun serta angin. Kwang
Min memelankan langkahnya.
“Jeu Eun –ah…”
ucap Kwang Min ketika ia telah menemukan Jae Eun yang masih jongkok mencari
sesuatu dibawah pohon. Kwang Min ikut jongkok didekat Jae Eun, Jae Eun berhenti
mencari.
“Aku tidak
menemukannya.” Suara Jae Eun lirih “Aku telah menghilangkannya.” Dari suaranya
terdengar serak dan Jae Eun mulai menangis terisak seperti sangat sakit sekali.
Pelan Kwang Min menepuk-nepuk kepala Jae Eun.
“Jae Eun –ah…Gwaenchana,
yang penting aku sudah menemukanmu. Maaf, membuatmu lama menunggu dan
mencari..” Kwang Min mendekap Jae Eun dalam pelukannya. Jae Eun masih menangis.
Mereka akhirnya
masuk ke dalam salah satu restoran, yang untungnya pemiliknya baik
memperbolehkan mereka yang basah kuyup untuk masuk. Bahkan pemilik restoran itu
meminjami mereka handuk untuk mengeringkan diri serta membuatkan teh hangat.
Mereka tinggal disana
sampai badai reda, sayangnya saat itu sudah tengah malam, juga Jae Eun sudah
tertidur pulas. Mungkin Jae Eun lelah mencari dan menangis sampai terlihat
matanya sembab. Esok harinya mereka baru kembali ke hotel dengan naik taxi.
Didalam taxi pun Jae Eun tetap terlihat tidak bersemangat.
Mereka turun
didepan pintu gerbang hotel, dan berjalan masuk area hotel. Saat itu ada sebuah
mobil melintas berlawanan arah dengan mereka, kemudian berhenti.
“Mr. Jo.” Sapa
seseorang yang keluar dari dalam mobil pada Kwang Min. Kwang Min menyuruh Jae
Eun untuk berjalan lebih dulu. Jae Eun meninggalkan Kwang Min yang sedang
membicarakan sesuatu dengan orang yang ada didalam mobil. Jae Eun terkadang
menoleh ke arah tuannya berada, mencoba memperhatikan.
“Onee –san!”
Teriaknya sambil berlari ke arah Jae Eun, sesampainya langsung ia memeluk Jae
Eun. “Kakak…Kotomi ucapkan terima kasih pada kakak.”
“Um…sama-sama
Kotomi.” Balas Jae Eun dengan senyuman “Kak Jae Eun senang bisa membantu
Kotomi.”
“Domo
Arigatogozaimashita nona Jae Eun.” Ucap ibu Kotomi sambil membungkukkan badan.
Akhirnya Kotomi dan ibunya berpamitan pada Jae Eun dan melambaikan tangannya.
Mereka berjalan ke arah mobil yang berhenti tadi, sesaat Kotomi menyapa Kwang
Min juga, kemudian mereka masuk ke dalam mobil.
*****
Mereka telah selesai berkemas, wajah Jae Eun
masih saja murung. Jae Eun berdiri diserambi samping kamar mereka. Tiba-tiba
saja ia sedikit melonjak kaget, karena Kwang Min memeluknya dari belakang. Jae
Eun yang tak bertenaga tidak kuasa untuk meronta.
“Gomawo Jae Eun
–ah.” Ucap Kwang Min, membuat Jae Eun tak mengerti. “Aku bersyukur sekarang kau
benar-benar bersamaku.” Kata-kata yang diucapkan Kwang Min terasa aneh bagi Jae
Eun. Jae Eun membuka pelukan Kwang Min.
“Maaf, jika anda
berbuat seperti ini. Ini akan membuat saya merasa lebih bersalah pada Oppa.”
“Oppa???” Kwang
Min heran “Oppa? Dong Hyun sunbae?” Kwang Min mencoba mencari tahu.
“Ani. Dia Oppa
yang menolong saya waktu kecil & saya telah menghilangkan satu-satunya
benda yang dia berikan.” Jae Eun jadi sedih lagi mengingat itu.
“Jae Eun –ah…apa
kau tahu? Aku telah mendapatkan kontrak.” Kwang Min mencoba mengalihkan
perhatian Jae Eun.
“Ha…? Benarkah
tuan? Tuan akhirnya mendapatkan kontrak itu?” benar perhatian Jae Eun mulai
sedikit teralihkan.
“Itu semua
karenamu.” Saat Kwang Min memberitahukan hal itu Jae Eun makin tidak mengerti.
“Karena itu kau jangan sedih lagi. Ini.” Kwang Min menunjukkan sesuatu pada Jae
Eun yang membuat Jae Eun bahagia.
“Wa…ini kalung
yang saya cari tuan… Gamsahamnida. Julmang gamsahammida.” Jae Eun sangat bahagia
karena benda yang ia cari semalam dalam hujan badai sudah ia dapatkan kembali.
Kwang Min juga menjelaskan bahwa kalung itu menempel di baju Kotomi saat Jae
Eun membantu Kotomi turun dari atas pohon.
*****
Dalam pesawat,
Jae Eun yang duduk disebelah Kwang Min terus-menerus tersenyum sambil
mengangkat kalungnya. Kwang Min yang ternyata memperhatikan tingkah Jae Eun
mulai kesal, ia memakai kacamata hitamnya mencoba untuk tidur. Tapi kemudian ia
melepas kacamatanya dan berbalik ke arah Jae Eun, dan membuat Jae Eun berhenti
karena terkejut.
“Kenapa kau
sangat menyukai kalung itu?” tanya Kwang Min yang penasaran.
“Em,,,karena ini
adalah benda dari Oppa yang menolong saya waktu kecil.” Jawab Jae Eun sambil
memandangi kalung yang ia pegang. “Saya harus terus menjaganya sampai nanti
saya bertemu lagi dengan Oppa.”
“Jika kau tidak
bertemu dengannya lagi bagaimana?”
“Andwe!” Jae Eun
sedikit berteriak, dan hampir membuat Kwang Min malu. “Saya yakin, saya akan
bertemu dengan Oppa-ku lagi.”
“Oppa-ku?” Kwang
Min bergidik mendengar itu. “Apa dia akan mengenalimu, hah?”
“Dengan kalung
ini saya yakin Oppa akan mengenali saya.”
“Jika, kau
bertemu dengannya, apa yang akan kau lakukan?” tanya Kwang Min yang wajahnya
hampir dekat dengan Jae Eun. Jae Eun membalas tatapan Kwang Min.
“Bimil.” Jawab
Jae Eun singkat dan membuat Kwang Min kembali keposisi dimana dia akan tidur
dan kembali mengenakan kacamata hitamnya.
“Asal kau tidak
memandangi kalung itu sambil menghitung domba saja…karena itu membuatku risih.”
Ucap Kwang Min dalam posisi tidurnya, ternyata dia menyindir Jae Eun yang waktu
itu tidur mengigau menghitung domba.
bersambung...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar