Minggu, 16 Maret 2014

(ori) MY BABY SISTER part 16





Part 16

Jae Eun sudah terduduk di atas lantai, pandangannya benar-benar kosong. Jae Eun mengenggam benda itu dengan erat didadanya, ia mulai menangis. Hye In yang baru saja dari kamar mandi terkejut melihat Jae Eun menangis.

“Jae Eun, ada apa?” Hye In sudah berada didekat Jae Eun.

“Eonni… eonni…” Jae Eun hanya memanggil Hye In masih sambil menangis. Hye In juga ikut bingung dan mencoba menenangkan, tapi tiba-tiba Jae Eun berdiri kemudian berlari.
Hye In yang masih bingung kenapa Jae Eun menangis, dengan segera berlari mengejar Jae Eun. So Yoo yang datang bersama dengan Jeong Min melihat Hye In mengejar Jae Eun. Mereka saling berpandangan dan kemudian menyusul Hye In, mereka mengejar Jae Eun.
Ternyata Jae Eun berlari menuju kamar Kwang Min, dengan segera Jae Eun membuka pintu dan masuk. Langkah Jae Eun menuju meja dekat ranjang Kwang Min. Disana ada benda berukuran sebelas inci dari kayu, membentuk lambang First, yang dilambangkan dengan angka satu.
Jae Eun mengambil benda itu kemudian ia membukanya. Jae Eun mengambil kartu ucapan kecil yang ada didalamnya.

Permen manis ini seperti kamu. Bunny Jeon!!!

Begitulah yang tertulis pada kartu yang diambil oleh Jae Eun. Didalamnya juga terdapat foto Jae Eun yang sudah diedit oleh Kwang Min. Foto Jae Eun dewasa dan Jae Eun kecil. Jae Eun masih menangis.

“Jae Eun –ah..ada apa?” Hye In sudah ada didekat Jae Eun.

“Oppa. Oppa.” Ucap Jae Eun pelan sambil menunjukkan benda yang ia bawa.

“Oppa?” Hye In mengulangi ucapan Jae Eun. “Oppa??!” Hye In kemudian mengerti ucapan Jae Eun. “Dia adalah oppa-mu? Oppa yang kau cari selama ini?” tanya Hye In tak percaya.

“Bunny Jeon?” tanya Jeong Min yang juga sudah berada di kamar Kwang Min dan melihat Jae Eun.

“Kamu tahu sesuatu Jeong Min –ah?” tanya So Yoo.

“Cinta pertama Kwang Min. Bunny Jeon. Adalah baby sisternya sendiri.” Jawab Jeong Min sambil memandang kosong ke arah Jae Eun. “Kwang Min –ah…benar-benar.” Jeong Min menggelengkan kepala.

“Kalung.” So Yoo teringat sesuatu. “A…makanya, sepertinya aku pernah melihat kalung yang dimiliki Jae Eun.”

“Kwang Min memberikannya pada anak kecil yang ia temui.” Lanjut Jeong Min.

“Sehingga, nona marah dan mengira tuan muda menghilangkannya.” So Yoo juga melanjutkan.

Jae Eun dan Hye In mendengarkan Jeong Min dan So Yoo bercerita tentang kejadian masa lalu. Jae Eun membenarkan cerita Jeong Min juga So Yoo tentang kalungnya. Mereka menenangkan Jae Eun, hingga Jae Eun berhenti menangis.
*****
 Jae Eun dan Hye In dalam perjalanan pulang menuju ke panti. Jae Eun memandang ke arah luar dari dalam mobil. Ia masih menggenggam benda yang ia temukan dalam kotak tadi yang ternyata adalah permen lollipop. Terlihat sudah ada jamur dipermen itu karena terlalu lama disimpan, walaupun juga diberi pengawet dikotak tempat menyimpannya.
Ingatan Jae Eun kembali ke masa lalu ketika ia berumur empat tahun. Jae Eun kecil terpisah dari rombongan panti, dan ia tersesat. Jae Eun kecil mulai menangis.

“Yah!! Kenapa kau menangis?” tanya seorang anak kecil laki-laki umur tujuh tahun yang menemukan Jae Eun menangis.

“Aku kehilangan nenek, bu kepala, juga eonni…” jawab Jae Eun dalam tangisnya.

“Tidak usah menangis. Sini, aku temani kau mencari keluargamu.” Anak laki-laki itu meraih tangan Jae Eun kecil, menggandengnya berjalan menuju taman. Selama lima menit anak itu menemani Jae Eun kecil.

Kkruuuukk….
Terdengar perut anak laki-laki itu berbunyi, Jae Eun kecil yang mendengar bunyi itu tersenyum.

“Oppa. Ini.” Jae Eun kecil memberikan sesuatu pada anak laki-laki itu.

“Permen dan minuman?”

“Oppa, makan saja.” Anak laki-laki itu menerima permen  dan botol minuman yang diberikan Jae Eun kecil. Kemudian ia meminum air dari botol minuman Jae Eun kecil.

“Gomawo. Air madu ini enak.” Ucap anak laki-laki itu setelah meminum air dari botol minuman Jae Eun kecil. “O! Ini untukmu.” Anak itu memberikan sesuatu untuk Jae Eun kecil.

“Wa…yebbeo!!” Jae Eun senang melihat benda yang diberikan oleh temannya. “Jinjja yebbeo. Oppa.” Jae Eun tersenyum gembira.

“Aku akan pergi sebentar. Kau disini dulu, nanti aku akan kembali.” Ucap anak laki-laki itu pada Jae Eun kecil. Jae Eun kecil hanya mengangguk. Jae Eun kecil menunggu ditaman sendiri. Tak berapa lama Hye In kecil memanggil Jae Eun kecil, ia sudah ditemukan. Jae Eun kecil gembira karena ia ditemukan keluarganya dan pulang.
Sesampainya di panti, Jae Eun kecil yang merogoh kantong bajunya menemukan benda yang diberikan oleh teman yang menolongnya tadi. Jae Eun teringat ucapan temannya yang akan kembali menemui Jae Eun. Jae Eun kecil merasa bersalah, menangis, karena meninggalkan orang yang menolongnya dan akhirnya jatuh sakit.
 *****
 Sudah dua hari Jae Eun mengurung diri di kamarnya. Hye In dan ibu kepala tidak kuasa membuat Jae Eun keluar dari kamarnya. Hye In tetap memperhatikan Jae Eun, ia menaruh makanan di depan pintu kamar Jae Eun. Siapa tahu Jae Eun yang lapar akan keluar hanya untuk sekedar mengambil makanan.
Hye In mengecek keadaan Jae Eun, dan melihat makanan yang disediakannya di depan pintu. Ternyata makanan itu masih utuh, Hye In menggantinya dengan yang baru, lalu pergi untuk melanjutkan kegiatannya.
Seperti pagi hari biasanya Hye In mengurus taman, ia mengerjakan taman dengan hati-hati. Hye In memang orang yang suka dengan bunga dan keindahan. Tak satupun dibiarkan layu dan mati, ia merawatnya dengan baik.

“Aaaa!!” teriak Hye In tiba-tiba saat ia berbalik, bukan karena ia melihat ulat. “Kapjagi.” Hye In mengelus dadanya. “Sedang apa kau?” Hye In bertanya heran juga sedikit takut pada sosok yang ada dihadapannya. Ia melihat sosok dengan rambut yang acak-acakan, mata sembab, dan mulut ada sebutir nasi yang masih menempel. Tapi ada perasaan lega dan bahagia.

“Eonni…” ucapnya. “Bolehkah aku membantu eonni?”

“Huff…” Hye In memegang tangannya. “Jae Eun –ah…tentu eonni senang kau membantu. Tapi kita rapikan dirimu dulu ya…”

Benar, sosok itu adalah Jae Eun. Hye In membawa Jae Eun untuk merapikan diri, supaya Jae Eun terlihat segar. Jae Eun sudah mulai pulih dari keadaannya.

“Kenapa kau keluar kamar?” tanya Hye In saat menyisir rambut Jae Eun.

“Eonni, bukankah aku harus melanjutkan hidupku.” Jawaban Jae Eun membuat Hye In terkekeh, sangat bahagia juga lega, kemudian Hye In memeluknya.
 *****
 “Oppa.” Panggil Jae Eun pada pria yang sedang jongkok membelakanginya.

“Jae Eun, mwo-ya?” pria itu menoleh. “AAAAAaaaa!!!!!” pria itu dengan segera berlari menjauh dari Jae Eun. “Jae Eun! Singkirkan itu! Hah! Singkirkan! Singkirkan!” Jae Eun mengejar pria itu, ia tampak ketakutan.

“Oppa, ada apa?! Ini tidak menggigit!” Jae Eun berusaha mengejarnya.

Mereka persis seperti anak kecil yang sedang bermain kejar-kerjaran. Hye In keluar dari dalam panti, pria itu bersembunyi dibelakang Hye In mencari perlindungan. Pria itu juga mengadu pada Hye In kalau Jae Eun mengganggunya. Hye In sudah terbiasa dengan keadaaan seperti itu.

“Jae Eun –ah..geumanhae.” ucap Hye In sambil menarik nafas.

“Wae eonni? Aku tidak berbuat apa-apa. Aku hanya memberitahu Hyo Jun oppa bahwa ini tidak menggigit.”

“Sudah singkirkan cacing itu.” dengan tenang Hye In memerintahkan.

“Eonni, kenapa kau mau berkencan dengan lelaki yang takut dengan cacing?” ucap Jae Eun sambil berlalu dari Hye In dan Hyo Jun.

“Hye In –ah..adikmu itu, kenapa dia jadi begitu?” Hyo Jun terengah-engah.

“Itu lebih baik dari pada dia mengurung diri di kamar dan patah hati.”

“Tapi sudah satu tahun aku mengenalnya. Dan dia tak henti-hentinya mengerjaiku.” Hye In menepuk-nepuk punggung kekasihnya, menenangkan.

Terdengar bunyi ponsel, tak jauh dari tempat Hye In dan Hyo Jun berdiri. Hye In memberitahu Jae Eun bahwa dia mendapat telepon. Segera Jae Eun memeriksa ponselnya. Alis Jae Eun bertaut, memandang nomor yang tidak ia kenal.

bersambung...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar