Part 16
Jae Eun sudah
terduduk di atas lantai, pandangannya benar-benar kosong. Jae Eun mengenggam
benda itu dengan erat didadanya, ia mulai menangis. Hye In yang baru saja dari
kamar mandi terkejut melihat Jae Eun menangis.
“Jae Eun, ada
apa?” Hye In sudah berada didekat Jae Eun.
“Eonni… eonni…”
Jae Eun hanya memanggil Hye In masih sambil menangis. Hye In juga ikut bingung
dan mencoba menenangkan, tapi tiba-tiba Jae Eun berdiri kemudian berlari.
Hye In yang
masih bingung kenapa Jae Eun menangis, dengan segera berlari mengejar Jae Eun.
So Yoo yang datang bersama dengan Jeong Min melihat Hye In mengejar Jae Eun.
Mereka saling berpandangan dan kemudian menyusul Hye In, mereka mengejar Jae
Eun.
Ternyata Jae Eun
berlari menuju kamar Kwang Min, dengan segera Jae Eun membuka pintu dan masuk.
Langkah Jae Eun menuju meja dekat ranjang Kwang Min. Disana ada benda berukuran
sebelas inci dari kayu, membentuk lambang First, yang dilambangkan dengan angka
satu.
Jae Eun
mengambil benda itu kemudian ia membukanya. Jae Eun mengambil kartu ucapan
kecil yang ada didalamnya.
Permen manis ini seperti
kamu. Bunny Jeon!!!
Begitulah yang
tertulis pada kartu yang diambil oleh Jae Eun. Didalamnya juga terdapat foto
Jae Eun yang sudah diedit oleh Kwang Min. Foto Jae Eun dewasa dan Jae Eun
kecil. Jae Eun masih menangis.
“Jae Eun
–ah..ada apa?” Hye In sudah ada didekat Jae Eun.
“Oppa. Oppa.”
Ucap Jae Eun pelan sambil menunjukkan benda yang ia bawa.
“Oppa?” Hye In
mengulangi ucapan Jae Eun. “Oppa??!” Hye In kemudian mengerti ucapan Jae Eun. “Dia
adalah oppa-mu? Oppa yang kau cari selama ini?” tanya Hye In tak percaya.
“Bunny Jeon?”
tanya Jeong Min yang juga sudah berada di kamar Kwang Min dan melihat Jae Eun.
“Kamu tahu
sesuatu Jeong Min –ah?” tanya So Yoo.
“Cinta pertama
Kwang Min. Bunny Jeon. Adalah baby sisternya sendiri.” Jawab Jeong Min sambil
memandang kosong ke arah Jae Eun. “Kwang Min –ah…benar-benar.” Jeong Min
menggelengkan kepala.
“Kalung.” So Yoo
teringat sesuatu. “A…makanya, sepertinya aku pernah melihat kalung yang
dimiliki Jae Eun.”
“Kwang Min
memberikannya pada anak kecil yang ia temui.” Lanjut Jeong Min.
“Sehingga, nona
marah dan mengira tuan muda menghilangkannya.” So Yoo juga melanjutkan.
Jae Eun dan Hye
In mendengarkan Jeong Min dan So Yoo bercerita tentang kejadian masa lalu. Jae
Eun membenarkan cerita Jeong Min juga So Yoo tentang kalungnya. Mereka
menenangkan Jae Eun, hingga Jae Eun berhenti menangis.
*****
Jae Eun dan Hye
In dalam perjalanan pulang menuju ke panti. Jae Eun memandang ke arah luar dari
dalam mobil. Ia masih menggenggam benda yang ia temukan dalam kotak tadi yang
ternyata adalah permen lollipop. Terlihat sudah ada jamur dipermen itu karena
terlalu lama disimpan, walaupun juga diberi pengawet dikotak tempat menyimpannya.
Ingatan Jae Eun
kembali ke masa lalu ketika ia berumur empat tahun. Jae Eun kecil terpisah dari
rombongan panti, dan ia tersesat. Jae Eun kecil mulai menangis.
“Yah!! Kenapa kau
menangis?” tanya seorang anak kecil laki-laki umur tujuh tahun yang menemukan
Jae Eun menangis.
“Aku kehilangan
nenek, bu kepala, juga eonni…” jawab Jae Eun dalam tangisnya.
“Tidak usah
menangis. Sini, aku temani kau mencari keluargamu.” Anak laki-laki itu meraih
tangan Jae Eun kecil, menggandengnya berjalan menuju taman. Selama lima menit anak itu
menemani Jae Eun kecil.
Kkruuuukk….
Terdengar perut anak
laki-laki itu berbunyi, Jae Eun kecil yang mendengar bunyi itu tersenyum.
“Oppa. Ini.” Jae Eun
kecil memberikan sesuatu pada anak laki-laki itu.
“Permen dan minuman?”
“Oppa, makan saja.”
Anak laki-laki itu menerima permen dan
botol minuman yang diberikan Jae Eun kecil. Kemudian ia meminum air dari botol
minuman Jae Eun kecil.
“Gomawo. Air madu
ini enak.” Ucap anak laki-laki itu setelah meminum air dari botol minuman Jae
Eun kecil. “O! Ini untukmu.” Anak itu memberikan sesuatu untuk Jae Eun kecil.
“Wa…yebbeo!!” Jae
Eun senang melihat benda yang diberikan oleh temannya. “Jinjja yebbeo. Oppa.”
Jae Eun tersenyum gembira.
“Aku akan pergi
sebentar. Kau disini dulu, nanti aku akan kembali.” Ucap anak laki-laki itu
pada Jae Eun kecil. Jae Eun kecil hanya mengangguk. Jae Eun kecil menunggu
ditaman sendiri. Tak berapa lama Hye In kecil memanggil Jae Eun kecil, ia sudah
ditemukan. Jae Eun kecil gembira karena ia ditemukan keluarganya dan pulang.
Sesampainya di
panti, Jae Eun kecil yang merogoh kantong bajunya menemukan benda yang
diberikan oleh teman yang menolongnya tadi. Jae Eun teringat ucapan temannya
yang akan kembali menemui Jae Eun. Jae Eun kecil merasa bersalah, menangis, karena
meninggalkan orang yang menolongnya dan akhirnya jatuh sakit.
*****
Sudah dua hari
Jae Eun mengurung diri di kamarnya. Hye In dan ibu kepala tidak kuasa membuat
Jae Eun keluar dari kamarnya. Hye In tetap memperhatikan Jae Eun, ia menaruh
makanan di depan pintu kamar Jae Eun. Siapa tahu Jae Eun yang lapar akan keluar
hanya untuk sekedar mengambil makanan.
Hye In mengecek
keadaan Jae Eun, dan melihat makanan yang disediakannya di depan pintu.
Ternyata makanan itu masih utuh, Hye In menggantinya dengan yang baru, lalu
pergi untuk melanjutkan kegiatannya.
Seperti pagi
hari biasanya Hye In mengurus taman, ia mengerjakan taman dengan hati-hati. Hye
In memang orang yang suka dengan bunga dan keindahan. Tak satupun dibiarkan
layu dan mati, ia merawatnya dengan baik.
“Aaaa!!” teriak
Hye In tiba-tiba saat ia berbalik, bukan karena ia melihat ulat. “Kapjagi.” Hye
In mengelus dadanya. “Sedang apa kau?” Hye In bertanya heran juga sedikit takut
pada sosok yang ada dihadapannya. Ia melihat sosok dengan rambut yang
acak-acakan, mata sembab, dan mulut ada sebutir nasi yang masih menempel. Tapi
ada perasaan lega dan bahagia.
“Eonni…”
ucapnya. “Bolehkah aku membantu eonni?”
“Huff…” Hye In
memegang tangannya. “Jae Eun –ah…tentu eonni senang kau membantu. Tapi kita
rapikan dirimu dulu ya…”
Benar, sosok itu
adalah Jae Eun. Hye In membawa Jae Eun untuk merapikan diri, supaya Jae Eun
terlihat segar. Jae Eun sudah mulai pulih dari keadaannya.
“Kenapa kau
keluar kamar?” tanya Hye In saat menyisir rambut Jae Eun.
“Eonni, bukankah
aku harus melanjutkan hidupku.” Jawaban Jae Eun membuat Hye In terkekeh, sangat
bahagia juga lega, kemudian Hye In memeluknya.
*****
“Oppa.” Panggil
Jae Eun pada pria yang sedang jongkok membelakanginya.
“Jae Eun,
mwo-ya?” pria itu menoleh. “AAAAAaaaa!!!!!” pria itu dengan segera berlari
menjauh dari Jae Eun. “Jae Eun! Singkirkan itu! Hah! Singkirkan! Singkirkan!”
Jae Eun mengejar pria itu, ia tampak ketakutan.
“Oppa, ada apa?!
Ini tidak menggigit!” Jae Eun berusaha mengejarnya.
Mereka persis
seperti anak kecil yang sedang bermain kejar-kerjaran. Hye In keluar dari dalam
panti, pria itu bersembunyi dibelakang Hye In mencari perlindungan. Pria itu
juga mengadu pada Hye In kalau Jae Eun mengganggunya. Hye In sudah terbiasa
dengan keadaaan seperti itu.
“Jae Eun –ah..geumanhae.”
ucap Hye In sambil menarik nafas.
“Wae eonni? Aku
tidak berbuat apa-apa. Aku hanya memberitahu Hyo Jun oppa bahwa ini tidak
menggigit.”
“Sudah
singkirkan cacing itu.” dengan tenang Hye In memerintahkan.
“Eonni, kenapa
kau mau berkencan dengan lelaki yang takut dengan cacing?” ucap Jae Eun sambil
berlalu dari Hye In dan Hyo Jun.
“Hye In –ah..adikmu
itu, kenapa dia jadi begitu?” Hyo Jun terengah-engah.
“Itu lebih baik
dari pada dia mengurung diri di kamar dan patah hati.”
“Tapi sudah satu
tahun aku mengenalnya. Dan dia tak henti-hentinya mengerjaiku.” Hye In menepuk-nepuk
punggung kekasihnya, menenangkan.
bersambung...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar