Part 6
“Kalian melihat
Jae Eun?” tanya nyonya Kim pada semua pembantu diruangan itu.
“Jae Eun juga
ikut mencari tuan muda nyonya, tapi saya tidak tahu ke arah mana Jae Eun
pergi.” Jawab seorang pembantu.
“Baik kalau
begitu.”
*****
Kwang Min sudah
berada di kamarnya dan berbaring diatas tempat tidurnya, memandang
langit-langit. Dan mengingat lagi kejadian dirumah gudang.
“Apa yang kau inginkan?”
“Saya tidak berharap banyak dari tuan. Saya
hanya ingin anda menghargai saya sebagai pengurus anda. Jangan mencoba membuat
saya meninggalkan pekerjaan ini, karena saya ingin menyelesaikannya dengan baik
untuk orang yang saya sayangi.”
Kwang Min
teringat kata-kata Jae Eun saat ia ditemukan. Perasaan Kwang Min menjadi aneh
mengingat yang diucapkan Jae Eun. Ternyata selama ini Jae Eun mengetahui
niatnya untuk membuat Jae Eun menyerah. Kwang Min tak menyangka bahwa Jae Eun
dengan berani mengungkapkannya secara langsung.
*****
“Jae Eun, apakah
kau bisa membuatkan makan siang?” tanya kepala pelayan Kim.
“Apa yang bisa
aku buatkan nyonya Kim?”
“Apa saja yang
bisa kau buat.”
*****
Jae Eun berjalan
menuju receptionist, tapi sesaat ia akan sampai ia melihat sekretaris Yoon.
“Sekretaris
Yoon!” panggil Jae Eun, sekretaris Yoon menoleh.
“Jae Eun, ada
apa?”
“Nyonya Kim
menyuruhku untuk ini.” Jae Eun menunjukan sesuatu yang ia bawa.
“O…aku akan
mengantarmu.”
*****
Jae Eun mulai
membuka apa yang ia bawa dengan baik.dan hati-hati supaya tidak tumpah, juga
menatanya dengan rapi.
“Apa yang kau
lakukan disini?”
“O…saya disuruh
nyonya Kim membuat makan siang. Ternyata saya disuruh mengantarnya ke sini.”
Kwang Min
melihat bekal yang sudah ditata rapi diatas meja. Jae Eun berusaha melihat
ekpresi tuan muda, apakah ia menyukainya atau tidak.
“Ini yang kau
buat?”
“Nyoya Kim tidak
memintaku untuk membuat sesuatu yang sulit, ini yang saya bisa tuan.” Jae Eun
terdiam sejenak “Apa tuan mau mencobanya? Ini sudah hampir lewat jam makan
siang.”
“Mungkin aku
akan mencobanya nanti.” Jawab Kwang Min kemudian kembali menuju meja kerjanya.
Jae Eun sedikit kesal karena usahanya tidak dihargai. Jae Eun akan beranjak
pergi meninggalkan ruang kerja Kwang Min, tapi diurungkan dan berbalik lagi.
“Bukankah anda
sudah sepakat waktu kita ada rumah gudang tuan?” Jae Eun mengingatkan, Kwang
Min mengarahkan pandangannya pada Jae Eun yang sudah berdiri disampingnya.
“Aku banyak
pekerjaan.” Jawab Kwang Min dingin.
“Walau begitu
tuan juga harus memikirkan diri anda juga bukan hanya pekerjaan, sekarang
aaa……” Jae Eun menyodorkan sendok yang sudah berisi nasi juga sayur yang ia
buat. Kwang Min terkejut dengan tindakan Jae Eun.
“Aku bukan anak
kecil.”
“Saya tahu tuan.
Tapi dengan begini anda juga masih bisa melanjutkan pekerjaan tuan. Tuan juga
harus membantuku, jika tidak saya akan….” Ada
nada ancaman dari Jae Eun.
“A…a…!! Aku
tahu.”
“Jadi bukalah
mulut tuan, dan tuan masih bisa mengerjakan pekerjaan tuan.”
Walau sedikit
terpaksa, Kwang Min pun membuka mulutnya. Jae Eun segera menyuapinya, sambil
tuannya masih melanjutkan pekerjaan yang ia kerjakan. Jae Eun pun terkadang
mengingatkan Kwang Min untuk tidak lupa mengunyah makanan. Beberapa menit
kemudian Jae Eun selesai mengurus tuannya.
“Selesai.” Ucap
Jae Eun gembira setelah menyuapkan sendok nasi terakhir. “Terima kasih atas
kerja sama tuan.” Jae Eun tersenyum kepada Kwang Min. Jae Eun mulai
berbenah-benah dan beranjak pulang ke rumah.
“Oya, jika tuan
ingin makan sesuatu, saya akan buatkan untuk tuan. Saya permisi dulu.” Jae Eun
berpamitan, ada sedikit senyum dari bibir Kwang Min.
*****
“Tadi tuan muda
makan dengan baik nyonya Kim.” Sekretaris Yoon bercerita pada nyonya Kim.
“Benarkah?
Sampai saat ini aku belum bertemu dengan Jae Eun.”
“Jae Eun
mengurus tuan muda dengan sangat baik.” Mereka berdua tersenyum. “Aku tidak
menyangka Jae Eun bisa melakukannya. Apakah Jae Eun punya mantra khusus?”
“Sekretaris
Yoon…kau ini, Jae Eun punya ketulusan & kegigihan. Kita akan lihat apa lagi
yang akan dilakukan Jae Eun.”
“Aku juga menunggu
hal itu nyonya Kim.”
*****
Satu minggu
berlalu dan setiap makan siang Jae Eun akan berangkat menuju kantor dimana
Kwang Min bekerja, untuk mengurus majikannya tersebut. Mereka sudah terbiasa
berdua didalam ruang kerja bersama-sama. Jae Eun juga terkadang memperhatikan
pekerjaan tuannya, terkadang selesai mengurus Kwang Min, Jae Eun juga membantu
membereskan dan menyiapkan bahan-bahan untuk dikerjakan selanjutnya.
“Kwang
Min-ie….!!” Teriak seseorang yang masuk begitu saja ke dalam ruang kerja Kwang
Min, saat itu Jae Eun juga sedang menyuapkan nasi pada Kwang Min, mereka
terkejut. Terlebih lagi orang yang berteriak tersebut.
“O!! Kwang
Min-ah,,,”
Jae Eun lalu
memberi salam pada orang tersebut dan meletakkan mangkuk serta sendok makan
keatas meja Kwang Min.
“Tolong tuan
teruskan sendiri.” Pinta Jae Eun, kemudian segera keluar.
“Hyung, ada
apa?” tanya Kwang Min sambil menyendok nasinya.
“Kwang Min,
siapa wanita itu? Kenapa dia menyuapimu? Apa kau sakit? Apa dia pacarmu?”
“Hyung, aku
harus menjawab yang mana dulu?” Kwang Min telihat risih.
“Hahahaha, maaf.
Aku tahu kau jarang makan siang, tapi aku lebih tidak tahu lagi kalau ternyata
kau lebih ingin disuapi.” Goda pria itu.
“Jeong Min
hyung, jika kau tidak ada kerjaan..lebih baik keluar dari sini.” Wajah Kwang
Min sudah masam, dan ia juga sudah menyelesaikan makan siangnya.
Jeong Min sudah
duduk dikursi tamu yang ada diruangan Kwang Min dan melihat beberapa masakan
yang ada dimeja yang belum sempat diberesi oleh Jae Eun. Dasar..Jeong Min, dia
mulai mengambil sumpit dan mencicipi masakan Jae Eun.
“Um…..masitta.”
kata Jeong Min sambil mengangguk-anggukan kepala. “Bolehkah aku makan siang
disini?”
“Hyung??!”
“A….aku tahu,
pasti kau tidak ingin masakan wanita itu dicicipi pria lain selain dirimu kan?” Jeong Min mencoba
menggoda dengan spekulasinya. “Baiklah….”
“Terserah kau
saja hyung.” Kwang Min menyerah.
“Hehehe. Kalau
begitu itu lebih baik.” Jeong Min mulai bersiap menyantap masakan Jae Eun.
bersambung....
Tidak ada komentar:
Posting Komentar