Minggu, 16 Maret 2014

(ori) MY BABY SISTER part 17 end



Pemain Utama :
Jeon Jae Eun (Puretty)
Jo Kwang Min (Boyfriend)
Pemain Pendukung :
Gyu Ri (Kara), Hye In (Puretty), Jeong Min (Boyfriend), So Yoo (Sistar), Dong Hyun (Boyfiriend), Hyo Jun (Ajax)
Romance
Part 17

Jae Eun segera mengambil ponselnya, alisnya bertaut memandang nomor yang tidak ia kenal. Jae Eun sedikit ragu-ragu untuk menerima panggilan telepon tersebut. Disana terlihat Hyo Jun mengantisipasi keadaan, dan bersembunyi lagi dibelakang Hye In. Jae Eun kemudian mengambil tempat agak jauh saat menerima panggilan telepon.

“Yeoboseyo.” Jae Eun mengangkat telepon.

“Mosi mosi…” orang diseberang menyapa Jae Eun. Jae Eun teringat dengan suara lembut yang menyapanya.

“O! Kotomi?” Jae Eun sedikit terkejut.

“Onee –san. Apa kabar?” tanya Kotomi.

“Kotomi, keadaan kakak sehat. Kotomi, bagaimana dengan Kotomi?”

“Kotomi sangat baik. Saat ini Kotomi sedang bersantai dan mencoba minuman baru dari teman.”

“Minuman baru? Nani-o?”

“Air madu.” Jawab Kotomi. Jae Eun menjadi teringat pada Kwang Min, biasa sepulang dari kantor Jae Eun selalu menyiapkan air madu untuknya. Jae Eun dan Kotomi berbincang selama sepuluh menit sebelum akhirnya sambungan telepon diputus.
 *****
 Hari ini adalah hari dimana panti sibuk telah tiba, semua bahagia menyambut kesibukan itu. Jae Eun mengantar orang-orang panti menuju bus yang sudah disediakan. Jae Eun pelan-pelan menuntun orang tua-orang tua yang ada di panti sampai masuk dalam bus.
Semua sudah berkumpul, tak ada satupun yang tertinggal. Bus itu mulai melaju menuju tempat berlangsungnya acara. Perjalanan cukup jauh dari panti, Jae Eun menemani orang-orang panti dengan naik bus bersama. Jae Eun duduk dengan tenang dikursi belakang.
RRRrrrr….. Ponsel Jae Eun bergetar, Jae Eun melihat siapa yang menelponnya.

“Hye In eonni.” Ucap Jae Eun ketika tahu yang menelponnya. “Yeoboseyo.”

“Jae Eun –ah…sampai dimana?” tanya Hye In ketika teleponnya sudah tersambung.

“Kita hampir sampai eonni. Ada apa?”

“Kau jangan lupa membawa cincin ibu kepala.” Hye In mengingatkan.

“Tenang eonni, cincin itu ada bersamaku,,,” tangan Jae Eun merogoh tasnya. “O! dimana?”

“Jae Eun –ah.. Ada apa?”

“Eonni, cincinnya….” Jae Eun panic.
 *****
 Cepat-cepat Jae Eun berlari menuju kamarnya dan mencari benda yang tertinggal. Dan ternyata benar, benda itu masih tergeletak rapi di atas meja dekat dengan ranjangnya. Jae Eun segera mengambil dan memasukkannya kedalam tas.
Jae Eun segera berlari lagi menuju jalan raya, karena dia turun sendirian dari bus untuk mengambil cicin yang penting dalam acara itu. Busnya dibiarkan tetap berangkat ke tempat acara. Langkah Jae Eun hampir sampai dekat jalan raya. Tapi tiba-tiba saja ia menghentikan langkahnya.

“Adik kecil ada apa?” tanya Jae Eun melihat anak kecil yang menangis.

“Aku tidak bisa menemukan oppa….” Jawab anak kecil dalam tangisnya. Memang dasar Jae Eun, disaat yang genting seperti itu ia masih sempat menolong orang lain. Jae Eun menemani anak kecil itu mencari oppanya. Jae Eun sesekali juga melihat jam tangannya, ia merasa masih ada waktu menemani anak kecil itu. Mereka sudah berada di taman, tempat pertama kali anak kecil itu berada.

“Dimana kalian tadi berpisah?” Jae Eun berjongkok dihadapan anak kecil itu.

“Aku lupa eonni, tadi aku mengejar kupu-kupu…” anak itu menangis lagi. Jae Eun mencoba menenangkan.

“So Min –ah!!” teriak anak laki-laki yang baru saja datang ditemani seorang dewasa. Anak yang dipanggil sangat bahagia karena oppanya telah menemukan dirinya. Anak laki-laki itu berada di dekat Jae Eun dan adiknya.

“Eonni, gamsahamnida…” ucap anak kecil itu sambil membungkukkan badan. “Aku sudah bertemu dengan oppa, terima kasih telah menolongku.” Jae Eun tersenyum.

“Noona gamsahamnida.” Kakak dari anak kecil itu juga mengucapkan terima kasih. Kemudian mereka berdua pergi meninggalkan Jae Eun, mereka juga berterima kasih pada orang dewasa yang menemani anak laki-laki itu.
Jae Eun masih dalam posisi duduk jongkok, Jae Eun terpaku melihat orang dewasa yang menemani anak laki-laki itu. Orang itu mendekat pada Jae Eun, Jae Eun masih saja terpana. Orang itu mengulurkan tangannya.

“Bisakah kau menemaniku sebentar?” ucap orang itu, Jae Eun seperti dihypnotis menyambut uluran tangannya. Jae Eun menggengam erat tangan orang tersebut tanpa sepatah katapun keluar dari mulutnya. Mereka berjalan di jalan setapak taman, selama lima menit. Jae Eun memandang punggung orang itu tak percaya. Orang itu berbalik ke arah Jae Eun.

“Gomawo. Kau telah menemaniku.” Orang itu tersenyum kemudian berjalan meninggalkan Jae Eun yang berdiri terpaku. Jae Eun menjadi teringat kejadian saat berada di bawah pohon. Ketika Kwang Min memeluknya setelah memberikan kotak.

“Jika kita bertemu, kau harus memanggilku dengan benar Jae Eun –ah…” bisik Kwang Min tepat ditelinga Jae Eun dan memeluk Jae Eun dengan erat.

Jae Eun mengerti perkataan itu sekarang. Hatinya bergejolak dan rasanya ingin teriak sekencang mungkin. Jangan pergi. Jangan pergi lagi. Oppa. Jae Eun ingin berteriak seperti yang ada dalam hatinya. Tak kuasa air matanya mengalir, tak sadar Jae Eun mendapat kekuatan darimana ia berlari ke arah orang itu dan memeluknya dari belakang.

“Oppa!” ucap Jae Eun ketika ia sudah mendapatkan orang itu dalam pelukannya. “Gajima. Jebal gajima.” Orang itu kemudian berbalik menghadap Jae Eun, menghapus air mata Jae Eun sambil menghela nafas.

“Aku benar-benar fustasi. Kenapa kau lama sekali memanggilku hah?!” Jae Eun senang mendengar nada bicara itu. “Sekarang aku disini. Apa yang akan kau lakukan? Oppa mu sudah disini.” Kwang Min benar-benar penasaran.

“Oppa. Mianhae, karena aku meninggalkanmu di taman waktu itu.” Jawab Jae Eun.

“Hanya itu?” alis Kwang Min bertaut, Jae Eun tersenyum, Kwang Min kecewa. “Aku menunggu satu tahun lebih hanya untuk mendengar ini?” Jae Eun menggeleng. “Lalu apa?” Jae Eun memegang wajah Kwang Min dengan kedua tangannya, sedikit berjinjit, ia mengecup salah satu pipi Kwang Min. Kwang Min seperti membeku karena perbuatan Jae Eun, pipi Jae Eun pun menjadi merah karena malu.

“Tapi Jae Eun –ah..hari ini kau menjadi orang yang tidak adil.” Ucap Kwang Min tiba-tiba membuat Jae Eun bingung. “Jika kau hanya mencium satu pipiku, bukankah yang lain akan iri.” Kwang Min sudah membungkukkan badannya dan menyodorkan pipinya yang lain pada Jae Eun. Jae Eun kemudian menuruti Kwang Min untuk memberikan kecupan pada pipi yang lain.
Tapi saat Jae Eun akan mengecup, tiba-tiba Kwang Min menoleh menghadap Jae Eun. Dan tepat sekali bibirnya bertemu dengan bibir Jae Eun. Jae Eun sontak terkejut, tapi dengan bahagia ia menerima ciuman Kwang Min.

“O!” ucap Jae Eun tiba-tiba saat bibir Kwang Min masih menempel dibibirnya, Kwang Min juga ikut terkejut. “Oppa, aku harus segera ke pernikahan ibu kepala. Aku harus mengantar cincinnya…” Jae Eun segera menarik tangan Kwang Min dan berlari.
 *****
 Hampir saja Jae Eun terlambat dan membuat kacau pernikahaan ibu kepala. Tapi itu tidak terjadi, cincin itu sudah dikenakan oleh pasangan pengantin yang berbahagia. Upacara berjalan dengan hikmat dan lancar. Tamu undangan memberi selamat kepada mempelai pengantin yang berbahagia.
Jae Eun celingukan mencari seseorang. Jae Eun berjalan di dalam aula gereja. Sosok yang ia cari ada di depan mimbar.

“Oppa.” Panggilnya setelah berada di dekat Kwang Min. “Kau sedang apa? Ayo kita ke samping, semua sudah berada disana.” Jae Eun memberitahu. Kwang Min meraih tangan Jae Eun dan berhadapan dengannya.

“Jae Eun –ah.. Aku ingin mengatakan sesuatu padamu.” Suara Kwang Min terdengar serius, Jae Eun memperhatikan dengan seksama. “Aku ingin kau selalu ada disampingku, selamanya..” tatapan Kwang Min benar-benar serius dan dalam. “Aku ingin kita bersama. Saling memperhatikan dan merawat. Aku ingin kau menjadi ibu dari anak-anakku. Kita bersama dalam suka dan duka.” Mata Jae Eun berkaca-kaca mendengar ucapan Kwang Min. “Maukah kau menikah denganku Jeon Jae Eun?” Air mata Jae Eun tak bisa terbendung lagi. Jae Eun tersenyum dalam tangisnya, tangis bahagia.

“Ya.” Jae Eun mengangguk. “Aku ingin bersamamu oppa. Aku mau kita saling memperhatikan dan merawat. Aku mau menikah denganmu, Kwang Min oppa.” jawab Jae Eun, membuat Kwang Min lega dan sangat bahagia. Kwang Min merogoh saku  celananya, menemukan suatu benda kemudiannya memakaikannya dijari manis Jae Eun. Cincin telah melingkar dijari manis Jae Eun.
Kwang Min memeluk Jae Eun, Jae Eun merasa bahagia, ia tersenyum dipelukan Kwang Min. Kwang Min mengecup ujung kepala Jae Eun.

“Aku mencintaimu Jeon Jae Eun.” Bisik Kwang Min ditelinga Jae Eun dalam pelukan yang hangat.

“Na do oppa. Aku juga mencintaimu Kwang Min oppa.” Balas Jae Eun yang juga mempererat pelukannya.



^_~ The End ~_^


the end


(ori) MY BABY SISTER part 16





Part 16

Jae Eun sudah terduduk di atas lantai, pandangannya benar-benar kosong. Jae Eun mengenggam benda itu dengan erat didadanya, ia mulai menangis. Hye In yang baru saja dari kamar mandi terkejut melihat Jae Eun menangis.

“Jae Eun, ada apa?” Hye In sudah berada didekat Jae Eun.

“Eonni… eonni…” Jae Eun hanya memanggil Hye In masih sambil menangis. Hye In juga ikut bingung dan mencoba menenangkan, tapi tiba-tiba Jae Eun berdiri kemudian berlari.
Hye In yang masih bingung kenapa Jae Eun menangis, dengan segera berlari mengejar Jae Eun. So Yoo yang datang bersama dengan Jeong Min melihat Hye In mengejar Jae Eun. Mereka saling berpandangan dan kemudian menyusul Hye In, mereka mengejar Jae Eun.
Ternyata Jae Eun berlari menuju kamar Kwang Min, dengan segera Jae Eun membuka pintu dan masuk. Langkah Jae Eun menuju meja dekat ranjang Kwang Min. Disana ada benda berukuran sebelas inci dari kayu, membentuk lambang First, yang dilambangkan dengan angka satu.
Jae Eun mengambil benda itu kemudian ia membukanya. Jae Eun mengambil kartu ucapan kecil yang ada didalamnya.

Permen manis ini seperti kamu. Bunny Jeon!!!

Begitulah yang tertulis pada kartu yang diambil oleh Jae Eun. Didalamnya juga terdapat foto Jae Eun yang sudah diedit oleh Kwang Min. Foto Jae Eun dewasa dan Jae Eun kecil. Jae Eun masih menangis.

“Jae Eun –ah..ada apa?” Hye In sudah ada didekat Jae Eun.

“Oppa. Oppa.” Ucap Jae Eun pelan sambil menunjukkan benda yang ia bawa.

“Oppa?” Hye In mengulangi ucapan Jae Eun. “Oppa??!” Hye In kemudian mengerti ucapan Jae Eun. “Dia adalah oppa-mu? Oppa yang kau cari selama ini?” tanya Hye In tak percaya.

“Bunny Jeon?” tanya Jeong Min yang juga sudah berada di kamar Kwang Min dan melihat Jae Eun.

“Kamu tahu sesuatu Jeong Min –ah?” tanya So Yoo.

“Cinta pertama Kwang Min. Bunny Jeon. Adalah baby sisternya sendiri.” Jawab Jeong Min sambil memandang kosong ke arah Jae Eun. “Kwang Min –ah…benar-benar.” Jeong Min menggelengkan kepala.

“Kalung.” So Yoo teringat sesuatu. “A…makanya, sepertinya aku pernah melihat kalung yang dimiliki Jae Eun.”

“Kwang Min memberikannya pada anak kecil yang ia temui.” Lanjut Jeong Min.

“Sehingga, nona marah dan mengira tuan muda menghilangkannya.” So Yoo juga melanjutkan.

Jae Eun dan Hye In mendengarkan Jeong Min dan So Yoo bercerita tentang kejadian masa lalu. Jae Eun membenarkan cerita Jeong Min juga So Yoo tentang kalungnya. Mereka menenangkan Jae Eun, hingga Jae Eun berhenti menangis.
*****
 Jae Eun dan Hye In dalam perjalanan pulang menuju ke panti. Jae Eun memandang ke arah luar dari dalam mobil. Ia masih menggenggam benda yang ia temukan dalam kotak tadi yang ternyata adalah permen lollipop. Terlihat sudah ada jamur dipermen itu karena terlalu lama disimpan, walaupun juga diberi pengawet dikotak tempat menyimpannya.
Ingatan Jae Eun kembali ke masa lalu ketika ia berumur empat tahun. Jae Eun kecil terpisah dari rombongan panti, dan ia tersesat. Jae Eun kecil mulai menangis.

“Yah!! Kenapa kau menangis?” tanya seorang anak kecil laki-laki umur tujuh tahun yang menemukan Jae Eun menangis.

“Aku kehilangan nenek, bu kepala, juga eonni…” jawab Jae Eun dalam tangisnya.

“Tidak usah menangis. Sini, aku temani kau mencari keluargamu.” Anak laki-laki itu meraih tangan Jae Eun kecil, menggandengnya berjalan menuju taman. Selama lima menit anak itu menemani Jae Eun kecil.

Kkruuuukk….
Terdengar perut anak laki-laki itu berbunyi, Jae Eun kecil yang mendengar bunyi itu tersenyum.

“Oppa. Ini.” Jae Eun kecil memberikan sesuatu pada anak laki-laki itu.

“Permen dan minuman?”

“Oppa, makan saja.” Anak laki-laki itu menerima permen  dan botol minuman yang diberikan Jae Eun kecil. Kemudian ia meminum air dari botol minuman Jae Eun kecil.

“Gomawo. Air madu ini enak.” Ucap anak laki-laki itu setelah meminum air dari botol minuman Jae Eun kecil. “O! Ini untukmu.” Anak itu memberikan sesuatu untuk Jae Eun kecil.

“Wa…yebbeo!!” Jae Eun senang melihat benda yang diberikan oleh temannya. “Jinjja yebbeo. Oppa.” Jae Eun tersenyum gembira.

“Aku akan pergi sebentar. Kau disini dulu, nanti aku akan kembali.” Ucap anak laki-laki itu pada Jae Eun kecil. Jae Eun kecil hanya mengangguk. Jae Eun kecil menunggu ditaman sendiri. Tak berapa lama Hye In kecil memanggil Jae Eun kecil, ia sudah ditemukan. Jae Eun kecil gembira karena ia ditemukan keluarganya dan pulang.
Sesampainya di panti, Jae Eun kecil yang merogoh kantong bajunya menemukan benda yang diberikan oleh teman yang menolongnya tadi. Jae Eun teringat ucapan temannya yang akan kembali menemui Jae Eun. Jae Eun kecil merasa bersalah, menangis, karena meninggalkan orang yang menolongnya dan akhirnya jatuh sakit.
 *****
 Sudah dua hari Jae Eun mengurung diri di kamarnya. Hye In dan ibu kepala tidak kuasa membuat Jae Eun keluar dari kamarnya. Hye In tetap memperhatikan Jae Eun, ia menaruh makanan di depan pintu kamar Jae Eun. Siapa tahu Jae Eun yang lapar akan keluar hanya untuk sekedar mengambil makanan.
Hye In mengecek keadaan Jae Eun, dan melihat makanan yang disediakannya di depan pintu. Ternyata makanan itu masih utuh, Hye In menggantinya dengan yang baru, lalu pergi untuk melanjutkan kegiatannya.
Seperti pagi hari biasanya Hye In mengurus taman, ia mengerjakan taman dengan hati-hati. Hye In memang orang yang suka dengan bunga dan keindahan. Tak satupun dibiarkan layu dan mati, ia merawatnya dengan baik.

“Aaaa!!” teriak Hye In tiba-tiba saat ia berbalik, bukan karena ia melihat ulat. “Kapjagi.” Hye In mengelus dadanya. “Sedang apa kau?” Hye In bertanya heran juga sedikit takut pada sosok yang ada dihadapannya. Ia melihat sosok dengan rambut yang acak-acakan, mata sembab, dan mulut ada sebutir nasi yang masih menempel. Tapi ada perasaan lega dan bahagia.

“Eonni…” ucapnya. “Bolehkah aku membantu eonni?”

“Huff…” Hye In memegang tangannya. “Jae Eun –ah…tentu eonni senang kau membantu. Tapi kita rapikan dirimu dulu ya…”

Benar, sosok itu adalah Jae Eun. Hye In membawa Jae Eun untuk merapikan diri, supaya Jae Eun terlihat segar. Jae Eun sudah mulai pulih dari keadaannya.

“Kenapa kau keluar kamar?” tanya Hye In saat menyisir rambut Jae Eun.

“Eonni, bukankah aku harus melanjutkan hidupku.” Jawaban Jae Eun membuat Hye In terkekeh, sangat bahagia juga lega, kemudian Hye In memeluknya.
 *****
 “Oppa.” Panggil Jae Eun pada pria yang sedang jongkok membelakanginya.

“Jae Eun, mwo-ya?” pria itu menoleh. “AAAAAaaaa!!!!!” pria itu dengan segera berlari menjauh dari Jae Eun. “Jae Eun! Singkirkan itu! Hah! Singkirkan! Singkirkan!” Jae Eun mengejar pria itu, ia tampak ketakutan.

“Oppa, ada apa?! Ini tidak menggigit!” Jae Eun berusaha mengejarnya.

Mereka persis seperti anak kecil yang sedang bermain kejar-kerjaran. Hye In keluar dari dalam panti, pria itu bersembunyi dibelakang Hye In mencari perlindungan. Pria itu juga mengadu pada Hye In kalau Jae Eun mengganggunya. Hye In sudah terbiasa dengan keadaaan seperti itu.

“Jae Eun –ah..geumanhae.” ucap Hye In sambil menarik nafas.

“Wae eonni? Aku tidak berbuat apa-apa. Aku hanya memberitahu Hyo Jun oppa bahwa ini tidak menggigit.”

“Sudah singkirkan cacing itu.” dengan tenang Hye In memerintahkan.

“Eonni, kenapa kau mau berkencan dengan lelaki yang takut dengan cacing?” ucap Jae Eun sambil berlalu dari Hye In dan Hyo Jun.

“Hye In –ah..adikmu itu, kenapa dia jadi begitu?” Hyo Jun terengah-engah.

“Itu lebih baik dari pada dia mengurung diri di kamar dan patah hati.”

“Tapi sudah satu tahun aku mengenalnya. Dan dia tak henti-hentinya mengerjaiku.” Hye In menepuk-nepuk punggung kekasihnya, menenangkan.

Terdengar bunyi ponsel, tak jauh dari tempat Hye In dan Hyo Jun berdiri. Hye In memberitahu Jae Eun bahwa dia mendapat telepon. Segera Jae Eun memeriksa ponselnya. Alis Jae Eun bertaut, memandang nomor yang tidak ia kenal.

bersambung...

Rabu, 12 Maret 2014

(ori) MY BABY SISTER part 15



 Pemain Utama :
Jeon Jae Eun (Puretty)
Jo Kwang Min (Boyfriend)
Pemain Pendukung : Gyu Ri (Kara), Hye In (Puretty), Jeong Min (Boyfriend), So Yoo (Sistar), Dong Hyun (Boyfriend), Hyo Jun (Ajax)

Part 15

Orang itu berdiri dengan mantap, pandangannya tajam, wajahnya terlihat tegas. Diusianya yang sudah tidak bisa dibilang muda, ia punya kewibawaan yang membuat para pegawai hormat padanya.
Jae Eun dan So Yoo menatap tak percaya, mereka masih sedikit melongo. Pengurus itu memperkenalkan dirinya dengan perkataan yang sopan dan memberi penjelasan dengan detail dan baik.
Setelah beberapa saat barisan para pegawai yang ada di rumah itu dibubarkan. Mereka kembali ke pekerjaan mereka masing-masing. Pengurus itu berjalan menuju ke arah Jae Eun dan So Yoo yang masih berdiri terpaku.

“Bangapda.” Sapanya dengan senyum.

“Nenek….” Ucap Jae Eun dan So Yoo bersamaan dengan rasa haru. Mereka lalu memeluk orang itu, yang ternyata adalah pengurus Nam. Biasa Jae Eun memanggilnya, nenek.

“Ouh….cucu-cucuku yang manis…” membalasnya dengan pelukan hangat.
 *****
 “Aku sempat kecewa karena waktu aku cuti, aku tidak bertemu dengan nenek.” Jae Eun dan nenek sudah berbincang di bawah pohon, tempat biasa Jae Eun bersantai.

“Nenek disini Jae Eun.” Memegang tangan Jae Eun. “Gomawo. Kau telah melakukan permintaan nenek dengan sangat baik. Gomawo Jae Eun –ah..” nenek terdiam sejenak, memandang wajah Jae Eun. “Jae Eun –ah, nenek ingin kau kembali lagi ke panti.”

“Mwo? Wae-yo?” Jae Eun terkejut dengan perkataan nenek yang tiba-tiba.

“Karena panti akan lebih membutuhkanmu.”

“Aku tidak percaya.” Jae Eun menautkan kedua alisnya.

“Jae Eun –ah…” nenek menghela nafas. “Karena kau telah berhasil menjalankan tugasmu, sehingga kau boleh kembali ke panti.”
 *****
 Pagi ini Jae Eun bangun pagi, seperti hari-hari dimana ia bekerja. Jae Eun menjalankan tugas-tugasnya dengan cekatan. Ia juga sudah merapikan kamar tuan muda.
Jae Eun sudah berkemas, ia menuruti kata nenek untuk pulang ke panti. Siang ini Jae Eun membuat sesuatu di dapur. Bau yang harum tercium di ruangan itu ketika Jae Eun memasak.

“Jae Eu –ah..apa yang kau masak?” tanya So Yoo sambil mencium bau harum.

“Aku hanya membuat sup.” Jawab Jae Eun sambil mengaduk supnya. “Aku ingin memberikannya pada tuan muda.” So Yoo yang sedang mencicipi sup buatan Jae Eun lalu berhenti.

“Jae Eun –ah…” So Yoo memandang heran.

“Oya eonni, tadi pagi aku tidak bertemu dengan tuan muda. Apakah ia berangkat ke kantor pagi-pagi dengan sekretaris Yoon?” tanya Jae Eun sambil mengambil mangkuk.

“Jae Eu –ah..apa kau tidak tahu?”

“Mwo?”

“Tuan muda sudah terbang ke Amerika siang hari setelah kau pulang untuk cuti.” So Yoo menjelaskan pada Jae Eun. “Jangan bilang kau tidak diberitahu oleh tuan muda?”

“Tuan muda tidak mengatakan apa pun padaku.” Pandangan Jae Eun kosong.

“Em…mungkin karena tuan muda tergesa-gesa, karena perusahaan yang dipegang oleh nona Seung Yeon di Amerika sedang mengalami masalah.” So Yoo berhenti sejenak, kemudian melanjutkan kata-katanya setelah meneguk sesendok sup. “Bukankah berminggu-minggu yang lalu tuan muda sibuk. Tuan muda harus segera membantu nona. Tahu tidak? Perusahaan ini dalam masa sulit.”
Jae Eun seperti tidak bisa berfikir waktu So Yoo menceritakan panjang lebar tentang apa yang terjadi di rumah itu. Dan ternyata Jae Eun tidak tahu apa-apa. Jae Eun juga baru tahu bahwa nyonya Kim ikut menyusul ke Amerika untuk mengurus rumah di sana.
Jae Eun yang sudah berkemas akhirnya berpamitan pada nenek Nam dan juga pada So Yoo. Baru dua hari ia tiba ditempat kerjanya, dan sekarang ia pulang lagi ke panti.
 *****
 Sudah hampir dua bulan Jae Eun kembali menjalankan aktifitasnya di panti. Mulanya Jae Eun agak kebingungan karena ia terbiasa bekerja di rumah tuan muda Kwang Min. Saat ia bangun pagi-pagi, seperti yang dilakukan saat ia bekerja, Jae Eun hanya akan berjalan mengelilingi taman. Dan karena ia bosan ia mengambil sapu dan setiap pagi ia mulai menyapu taman dan jalan setapak menuju panti.
Jae Eun yang duduk di taman panti, mengetik pesan diponselnya. Tak berapa lama ia mengirim pesan itu.

To : So Yoo eonni
Eonni sedang apa?

From : So Yoo eonni
Sedang di rumah sakit.

To : So Yoo eonni
Apa eonni sakit?

From : So Yoo eonni
Ani. Tapi nenek Nam, dia sedang dirawat di rumah sakit.
 *****
 Jae Eun, Hye In, dan Gyu Ri berada di dalam mobil, mereka menuju rumah sakit tempat nenek Nam dirawat. Jae Eun yang mengetahui nenek Nam dirawat, dengan segera memberitahu Gyu Ri. Mereka kemudian bersiap untuk menengok nenek Nam. Perjalanan memang memerlukan waktu, akhirnya mereka sampai di rumah sakit.

“Anyeonghaseyo.” Sapa Jae Eun, Hye In dan Gyu Ri saat mereka masuk ke ruangan dimana nenek Nam dirawat. Nenek Nam tersenyum bahagia melihat mereka bertiga.

“Kenapa kalian menyibukkan diri datang kesini hah?” tanya nenek dengan pelan dan rasa senang.

“Nek…ini aku buatkan samgyetang untuk nenek.” Jae Eun menaruh rantang isi makanan buatannya. “Apa perlu aku memanaskannya untuk nenek?”

Mereka bercakap-cakap dengan penuh kehangatan, juga ada canda dan tawa. So Yoo juga datang menjenguk, suasana jadi tambah akrab dan hangat. Sesaat kemudian Gyu Ri berpamitan lebih dulu karena ada sesuatu yang harus ia kerjakan. Atas usul So Yoo, Jae Eun dan Hye In akan menginap di rumah dan akan pulang esok hari. Nenek Nam akan minta tolong salah satu pegawai untuk mengantar mereka kembali ke panti.
Malam itu Jae Eun dan Hye In menginap di rumah mewah, tempat Jae Eun pernah bekerja. So Yoo mempersilahkan Jae Eun dan Hye In tidur di kamar yang dulu di tempati oleh Jae Eun. Ketika mereka sudah ada dalam kamar, Jae Eun melihat sekeliling dan tidak ada perubahan sama sekali. Dua bulan Jae Eun berhenti bekerja, ia kembali ke kamarnya lagi.

“Ouh…aku sudah mengantuk.” Ucap Hye In ketika ia sudah berada diatas ranjang. “Ini kamar yang dulu kau tempati Jae Eun?”

“Hm.” Jae Eun sudah berada di samping Hye In. “Bagaimana menurut eonni?”

“Kau harus bersyukur, ini lebih dari cukup untuk seorang baby sister.”

“Jinjjayo?”

“Ya. Selamat tidur. Hehehe.”

“Mimpi indah eonni,,” kemudian Jae Eun memeluk Hye In.

“Jae Eu –ah…” Hye In merasa risih, tapi Jae Eun tidak menghiraukan Hye In dan tetap memeluknya.
 *****
Pagi hari Jae Eun dan Hye In sudah bangun, mereka juga sempat memakan sarapan yang dibuat oleh Jae Eun sendiri, itu juga karena So Yoo rindu dengan masakan Jae Eun. Mereka sempat berkeliling sebentar sebelum kembali ke panti.
Jae Eun dan Hye In kembali ke kamar untuk bersiap pulang ke panti. Jae Eun merapikan ranjang terlebih dahulu. Jae Eun sedang bercermin sambil menunggu Hye In dari Kamar mandi.
Blukkk!!! Takk!!!!
Suara benda terjatuh saat Jae Eun mengambil tas, tas itu tak sengaja menyengolnya. Jae Eun melihat benda yang terjatuh, ternyata sebuah kotak. Jae Eun teringat, itu adalah kotak yang diberikan Kwang Min padanya, sehari sebelum Jae Eun cuti. Ternyata Jae Eun lupa membawanya pulang ke panti.
Jae Eun berjongkok untuk mengambil kotak itu. Jae Eun melihat kotak itu sedikit terbuka, ia menjadi teringat pada Kwang Min. Kemudian perlahan Jae Eun membuka kotak itu, mencoba mencari tahu apa isinya.
Jae Eun terpaku dengan apa yang ia temukan dalam kotak yang diberikan oleh Kwang Min.

bersambung...

(ori) MY BABY SISTER part 14





Part 14

“O! Mianhae. Mianhae.” Ucap Jae Eun saat ia sudah berdiri dan sedikit terhuyung karena ia tiba-tiba berdiri ketika ia bangun tidur.

“Gwaenchana.” Orang itu pun ikut berdiri.

“Maaf. Apa tuan sudah lama berada disini?” tanya Jae Eun penasaran.

“Sekitar sepuluh menit.” Jawab Kwang Min sambil melihat jam tangannya. “Cukup untuk melihatmu tidur dengan pulas.” Lanjut Kwang Min, Jae Eun merasa seperti orang bodoh.
Mereka berada ditaman belakang, tepat dibawah pohon tempat biasa Jae Eun merilekskan diri. Kwang Min memberikan sebuah kotak pada Jae Eun.

“Apa ini tuan?” tanya Jae Eun setelah menerima kotak tersebut. “Bukankah ini?” Jae Eun sepertinya pernah melihat benda yang ia pegang. Jae Eun teringat saat ia bekerja pertama kali, ketika ia membersihkan kamar Kwang Min dan akan menyentuh kotak itu, tapi Kwang Min melarang dan memarahinya.

“Bukalah jika kau teringat padaku.” Jawaban Kwang Min membuat Jae
Eun bingung. Kwang Min memandang Jae Eun dengan tatapan yang dalam. Jae Eun yang dilihat begitu menjadi salah tingkah, perlahan-lahan Kwang Min mendekat ke arah Jae Eun.

“Tuan anda tidak akan….?” Jae Eun bertanya ragu-ragu saat mengetahui pergerakan Kwang Min. Belum sempat selesai bertanya, apa yang dipikirkan Jae Eun benar terjadi. Kwang Min sudah menarik Jae Eun dalam pelukannya.

“Apa kau akan berkata bahwa oppa-mu akan marah?” ucap Kwang Min dalam pelukannya, seperti sudah tahu apa yang akan diucapkan Jae Eun padanya. “Jae Eun –ah..aku tidak takut pada oppa-mu itu. Berikan aku lima menit saja.” Jae Eun akhirnya membiarkan Kwang Min memeluknya.
 *****
 Jae Eun dengan senyum yang mengembang diwajahnya, duduk dengan santai sambil melihat pemandangan dari balik kaca bus yang ia naiki. Jae Eun mengeluarkan mp3-nya, mendengarkan musik lewat earphone yang sudah dipasang ditelinganya.
Jae Eun berharap-harap cemas supaya ia sampai di tempat tujuannya. Jae Eun jadi teringat saat ia mendapatkan ijin cuti.

“Jae Eun –ah…” panggil kepala pelayan Kim.

“Ya, nyonya Kim.”

“Sudah berapa lama kau bekerja disini?” tanya nyonya Kim.

“Em…kira-kira sudah tiga ratus hari. Ada apa nyonya?”

“Apa kau tidak merindukan keluargamu?”

“Keluarga.” Jae Eun kemudian terdiam sejenak. “Jika yang nyonya Kim maksud adalah orang tua, saya sudah tidak punya.” Jae Eun menjawab sambil tersenyum. Nyonya Kim merasa bersalah menanyakan hal itu pada Jae Eun.

“Mian, Jae Eun.”

“Gwaenchana nyonya Kim. Aku punya keluarga baru yang ada dipanti jompo. Jika bertanya padaku apakah aku merindukan keluargaku? Tentu saja. Aku sangat merindukan mereka. Bahkan dengan orang yang memberiku pekerjaan ini, lewat perantara nyonya Kim.” Cerita Jae Eun panjang lebar.

“Besok kau boleh menemui keluargamu Jae Eun.”

“Benarkah?” Jae Eun tak percaya. “Benar nyonya Kim? Aku boleh menemui mereka?” nyonya Kim mengangguk mantap menjawab Jae Eun. “Gamsahamnida nyonya Kim. Gamsahamnida.”
 *****
 Pelan-pelan Jae Eun melangkah, ia sangat berhati-hati, bahkan ia berjinjit supaya langkah kakinya tidak terdengar. Langkahnya mengarah pada seseorang di depannya. Jae Eun sudah berada satu meter dekat orang itu.

“Eonni!!!” teriak Jae Eun sambil memeluk Hye In yang sedang jongkok membereskan tanaman, dari arah belakang. Hye In benar-benar terkejut dengan apa yang dilakukan Jae Eun, tapi sekaligus juga bahagia.

“Jae Eun –ah!!!” Hye In menyambut Jae Eun dengan pelukan yang hangat. “Aku merindukanmu….”

“Na do eonni.”

“Kau pasti lelah bukan? Ayo kita masuk ke dalam dulu.”

“Ok! Lets go..”

Dengan semangat dan rasa bahagia Jae Eun dan Hye In menuju asrama. Saat berjalan pun mereka juga sambil bercanda. Jae Eun tak lupa menemui ibu kepala saat ia sampai di panti.

“Anyeonghaseyo ibu kepala.” Sapa Jae Eun saat berada di ruang ibu kepala.

“Jae Eun –ah..bagaimana keadaanmu?”

“Anda liatkan ibu kepala. Aku baik-baik saja.” Jae Eun menjawab dengan bangga.

“Aku senang kau menikmati pekerjaanmu. Sekarang kau ke kamar dulu dan beristirahat.” Gyu Ri menyuruh Jae Eun untuk melepas lelah dari perjalanan jauhnya.
 *****
 “Jae Eun –ah.. kau bilang kau bekerja sebagai baby sister. Aku ingin melihat foto anak yang kau urus.” Kata Hye In sambil membantu membereskan tempat tidur Jae Eun. Jae Eun membuka ponselnya dan menunjukkan gambar pada Hye In. Setelah ponsel Jae Eun berada ditangan Hye In, ia melihat gambar dengan teliti.

“Jae Eun –ah...aku memintamu untuk melihat anak yang kau urus.” Hye In sedikit kecewa. Dia berusaha mencari gambar lain yang ada diponsel. “Kenapa kau memberikan gambar ayahnya.”

“Eonni –a…” Jae Eun sudah duduk didekat Hye In, di atas tempat tidur. “Orang tadi adalah yang ku urus.” Jae Eun berkata pelan-pelan, Hye In berfikir sebentar.

“Mwo?!!” akhirnya Hye In mengerti. “Apa itu bisa disebut baby sister?” Hye In kembali memperhatikan gambar tadi.

“Tidak tahu. Tapi itulah pekerjaaanku disana.” Jae Eun sudah dalam posisi merebahkan tubuhnya. “Asal tahu saja eonni, dia orang yang semena-mena, egois, tidak tahu perasaan, juga suka meme...” Jae Eun memelankan suaranya ketika akan mengucapkan kata yang terakhir.

“Jae Eun –ah…kau dekat dengannya?” tanya Hye In tiba-tiba.

“Ani.”

“Dari ceritamu tadi sepertinya kau memperhatikannya dengan sangat baik. Tidakkah kau memiliki perasaan padanya?” Hye In mencoba menyelidiki.

“Eonni….apa yang kau bicarakan?”

“Lihatlah. Dia begitu tampan..” Menunjukkan gambar yang ada diponsel itu pada Jae Eun. “Jae Eun –ah…dari pada kau menunggu oppa-mu yang tidak jelas itu. Kenapa kau tidak mencoba menarik perhatian majikanmu saja?” Hye In menyarankan pada Jae Eun.

“Eonni!! Kenapa kau berkata kejam seperti itu? Hah?!!” Jae Eun kemudian berbalik membelakangi Hye In, dan tidak menghiraukan Hye In.

“Jae Eun –ah…aku hanya memberi saran padamu.” Ucap Hye In santai sambil bermain game yang ada diponsel Jae Eun. “Ya sudah kau istirahat saja.”
 *****
 “Tuan, saya sudah mendapatkannya kembali.” Ucap sekretaris Yoon di ruang kerja Kwang Mi, saat sekretaris Yoon sampai di rumah.

“Terima kasih sekretaris Yoon.” Ucap Kwang Min dengan pandangan yang menerawang jauh.

“Anda tidak akan berubah pikirankan tuan muda?” sekretaris Yoon mencoba mencari tahu yang difikirkan Kwang Min.

“Aku sudah mengambil keputusan untuk membantu mereka, sekretaris Yoon.” Ucap Kwang Min memandang sekretaris Yoon memberikan jawaban dengan yakin.

“Terima kasih atas pengertian anda tuan muda.” Sekretaris Yoon membungkukan badannya.

“Sekretaris Yoon, apa yang kau lakukan? Ini juga menjadi tagung jawabku.”

“Nanti kita segera berangkat, semua sudah siap. ” sekretaris Yoon menjelaskan.
 *****
 Jae Eun berjalan dengan langkah cepat, mencoba menemukan seseorang. Jae Eun seperti orang yang sedang kebingungan. Akhirnya dia bertemu dengan Hye In.

“Eonni!!” panggilnya. Hye In berhenti menunggu Jae Eun. “Eonni, aku baru saja dari kamar nenek. Tapi kenapa nenek tidak ada dan kamarnya juga tertata rapi.”

“Jae Eun, apa aku belum memberitahumu?”

“Eonni ada apa?” Jae Eun penasaran. Hye In mengajak Jae Eun untuk duduk dibangku tak jauh dari tempat mereka berdiri.

“Jae Eun, tadi pagi sebelum kau datang. Ada keluarga nenek yang menemui nenek disini. Mereka menjemput nenek untuk pulang bersama dengan mereka.” Hye In bercerita, wajah Jae Eun sedih, karena dia tidak bisa bertemu dengan nenek. Hye In memegang tangan Jae Eun, mencoba menguatkan.
 *****
 “So Yoo eonni, kenapa kita kumpul disini? Ada apa?” tanya Jae Eun yang sudah berdiri di samping So Yoo.

“Apa kau tidak tahu? Bahwa ada yang menggantikan posisi nyonya Kim untuk mengurus rumah ini?”

“Eonni, mana ku tahu. Aku kan baru saja pulang dari cuti.”

“O! Iya aku lupa.”

Mereka berbincang-bincang sambil sudah berbaris dengan rapi. Semua pegawai yang ada di rumah itu dikumpulkan, untuk memberitahu kepala pengurus yang baru.

“Anyeonghaseyo.” Sapa orang yang sudah berdiri dihadapan para pegawai. So Yoo dan Jae Eun membelalakan mata tak percaya.

bersambung...

Minggu, 09 Maret 2014

(ori) MY BABY SISTER part 13



Part 13

“Hye In –ah..coba ini kau taruh sana.” Memberikan pot kecil.

“Ya nek..” Hye In menerima dan menaruhnya ditempat yang dimaksud. Sore itu nenek dan Hye In sedang merapikan salah satu sisi taman di panti. Lengkap dengan menggunakan atribut berkebun.

“Sudah hampir tiga ratus hari Jae Eun pergi meninggalkan kita.” Hye In bercerita sambil menumpuk gundukan tanah. “Bagaimana dia sekarang ya nek? Jae Eun juga jarang memberi kabar pada kita.”

“Hye In –ah...mungkin saja Jae Eun sedang banyak pekerjaan. Tapi Jae Eun bukan tidak memberi kabar sama sekali kan?” ucap nenek memberi pengertian pada Hye In.

“Iya. Dua minggu yang lalu Jae Eun menelepon ke kantor ibu kepala.” Hye In menambahkan pupuk pada pot yang dikerjakannya. “O! Itu ibu kepala.” Kata Hye In saat melihat Gyu Ri.

“Gyu Ri –ah..” sapa nenek saat Gyu Ri melintas dekat mereka.

“Nenek, aku akan pergi sebentar, untuk menghadiri suatu pertemuan.” Gyu Ri berpamitan.

“O..ya sudah hati-hati di jalan.”

“Hati-hati bu.”

Setelah berpamitan, Gyu Ri segera pergi ke pertemuan. Kemudian nenek dan Hye In melanjutkan kegiatan berkebun mereka kembali.
 *****
“Sekretaris Yoon.” Sapa Kwang Min ketika ia sudah sampai di kantor.

“Tuan muda. Anda harus membaca laporan ini.” Sekretaris Yoon menyodorkan beberapa map tebal.

“Dari mana ini?” Kwang Min sudah duduk dikursinya.

“Ini adalah laporan dari Amerika, tuan muda.”
 *****
 “Yeoboseyo. Yah! Kau masih ingat denganku ya?” Hye In mengangkat ponselnya.

“Eonni…mian, aku banyak pekerjaan…mana mungkin aku melupakanmu. Aku merindukanmu eonni.” Jae Eun berucap manja.

“Dasar kau ini,,mulutmu memang manis ya?” Hye In yang awalnya ingin marah tidak jadi karena kata-kata Jae Eun. “Bagaimana keadaaanmu?”

“Aku baik. Hari ini aku sedikit longgar jadi aku menghubungi eonni….” Jae Eun dan Hye In melepas rindu lewat percakapan melalui telepon. Mereka mengobrol hampir setengah jam, cukup untuk Jae Eun melepas rindunya pada Hye In.
 *****
 Jae Eun dengan semangat pagi, mulai beraktifitas seperti biasanya, melakukan tugas-tugasnya dengan baik. Jae Eun masuk ke kamar tuan muda untuk membangunkannya.

“Anyeonghaseyo.” Sapa Jae Eun, ketika melihat Kwang Min sudah rapi mengenakan jasnya. “Ternyata anda sudah bangun tuan. Kalau begitu saya permisi.”

“Jae Eun –ah.” Panggil Kwang Min pada Jae Eun yang sudah akan berbalik. Jae Eun menoleh pada Kwang Min, dilihatnya Kwang Min mengulurkan tangannya yang sedang memegang dasi. “Tolong Bantu aku memakainya.”

Jae Eun melangkah ke arah Kwang Min, mengambil dasi yang diberikan. Jae Eun mulai memakaikan dasi itu ke krah baju Kwang Min. Pelan-pelan Jae Eun memakaikan supaya dasi itu rapi. Ketika Jae Eun hampir selesai memakaikan dasi, ia menengadah dan wajahnya bertatapan dekat dengan wajah Kwang Min.
Tanpa sengaja ia melihat bibir Kwang Min, dan teringat kejadian dimana Kwang Min menciumnya. Jantung Jae Eun menjadi berdebar-debar, Jae Eun menundukkan kepalanya, segera ia ingin menyelesaikan tugasnya.

“Aaaa….” Teriak Kwang Min tiba-tiba. “Jae Eun –ah…apa yang kau lakukan? Apa kau ingin mencekikku? Hah?!” Kwang Min mencoba melonggarkan ikatan dasi.

“Mianhae. Mian, tuan. Apakah sakit?” Jae Eun ingin membantu, ia merasa bersalah.

“Apa yang kau pikirkan hah? Ini masih sangat pagi untuk melamun. Kau benar-benar membuat mood menjadi bagus Jae Eun.” Ucap Kwang Min dengan senyum. “Sudah, kau tidak usah melamunkan hal yang tidak-tidak dipagi hari.” Kwang Min mengacak rambut Jae Eun pelan, kemudian keluar dari kamar. Jae Eun sedikit aneh dengan sikap tuannya yang bukannya marah tapi malah senang.
 *****
  “Jae Eun –ah..apa yang kau buat? Kimbab?” tanya So Yoo yang melihat Jae Eun sedang sibuk di dapur.

“Ya. Eonni.” Jawab Jae Eun sambil menata sayuran untuk isian kimbab.

“Kenapa kau tidak masak seperti biasanya?”

“Tadi tuan muda menelponku dan memintaku membuat kimbab.” Jae Eun masih focus pada kimbab buatannya.

“Apa kau tahu? Kau ini seperti wanita yang sedang membuat bekal kimbab untuk kekasih.” Saat So Yoo mengatakan hal itu Jae Eun melirik tidak suka. “Hehehe. Mian. Tapi Jae Eun –ah..bukankah perkataanku ini benar?” So Yoo mencomot satu irisan kimbab dan memakannya, kemudian mengangguk-angguk menandakan kimbab itu lezat.

“Eonni, aku adalah tipe wanita setia.” Ucap Jae Eun sambil menggulung kimbab.

“Setia?” So Yoo sedikit heran. “Setia dengan siapa? Namja chin-gu? Apa kau sudah punya kekasih Jae Eun?” So Yoo penasaran.

“Oppaku akan marah jika eonni terus mengatakan hal yang tidak-tidak seperti tadi.”

“Oppa?” So Yoo mengerutkan kening. “Ah…tidak mungkin. Jika suamimu tahu dia akan marah dan cemburu besar.” So Yoo berkata dengan santai sambil mencomot satu iris kimbab lagi.

“Yah! Eonni kau jangan mengambil kimbab itu lagi!” Jae Eun menjadi marah bukan karena perkataan So Yoo tapi karena kimbab buatannya diambil oleh So Yoo. Dan So Yoo hanya membalas dengan senyuman dan mulut penuh kimbab.

“Masitta.”
 *****
 Sekitar tiga puluh menit Jae Eun sudah berada di ruang kerja Kwang Min. Jae Eun menunggu sambil membaca buku yang ada di ruangan itu, tapi Kwang Min belum datang juga. Tak terasa sudah hampir satu jam Jae Eun menunggu, akhirnya Jae Eun memutuskan untuk pulang.
Beberapa saat setelah Jae Eun pulang, Kwang Min dan sekretaris Yoon masuk ruang kerja Kwang Min. Mereka masih membicarakan sesuatu yang serius. Tapi tiba-tiba Kwang Min berhenti, ketika melihat kotak makan yang ada di meja kerjanya.

Tuan harus menjaga kesehatan. Kimbab ini jangan lupa dihabiskan. Bukankah anda yang memesannya? Saya susah payah membuatnya.
Dari : Jae Eun

Senyum melintas diwajah Kwang Min, setelah membaca pesan yang ditulis oleh Jae Eun pada selembar kecil kertas memo yang Jae Eun sobek dari atas meja Kwang Min.

“Saya dengar tadi Jae Eun kesini dan selama hampir satu jam dia menunggu kita kembali tuan.” Sekretaris Yoon memberi penjelasan yang ia dengar dari staf kantor. Kwang Min hanya mengangguk.
 *****
 Selama hampir satu minggu lebih Jae Eun tidak pernah bertemu dengan Kwang Min saat makan siang. Jae Eun terkadang meninggalkan bekalnya diatas meja Kwang Min serta memberikan pesan, jika itu adalah makanan yang dipesan khusus oleh tuannya.
Terkadang hanya bertemu sebentar, dan Kwang Min hanya mengambil bekal itu untuk dibawanya jika Kwang Min tugas di luar kantor. Saat ini adalah waktu yang padat, banyak kegiatan yang harus dikerjakan oleh Kwang Min dan sekretaris Yoon.
 *****
 “Oppa!” panggil Jae Eun pada seseorang. Orang itu menoleh pada Jae Eun dan tersenyum dengan hangat. Jae Eun sangat senang melihat senyum yang terkembang dibibir orang tersebut.
Jae Eun meregangkan otot tubuhnya, pelan matanya mulai mengerjap-ngerjap. Betapa terkejutnya saat pandangan matanya mengarah ke samping, Jae Eun yang bersandar dengan rileks di bawah pohon segera berdiri.

bersambung...

(ori) MY BABY SISTER part 12





Part 12

Klek!
Jae Eun menutup pintu yang ada dibelakang punggungnya, ia sudah berada dikamarnya sendiri. Berdiri terpaku, pandangannya kosong…kemudian berlari ke ranjang dan tengkurap sambil bantal ditutupkan kekepala bagian belakang.
“Aaa…...!” Teriak Jae Eun dengan muka dibenamkan keatas kasur, sehingga suaranya tidak kedengaran dari luar. Kemudian ia membalikkan badannya, mencoba mengatur nafasnya.
Eoteokhe?? Apa yang aku lakukan? Jae Eun mengoceh dalam hati sambil menyentuh bibirnya dengan ujung jarinya, terbayang saat Kwang Min menciumnya dan ia hanya diam.
Babo! Babo! Babo! Jae Eun memukul-mukul kepalanya dengan bantal.
“Ciuman pertamakuuuu!!” Jae Eun berteriak, raut wajah Jae Eun seperti ingin menangis.
“Dasar! Orang tidak sopan! Kenapa kau mencuri ciuman pertamaku?! Hah?!!” Jae Eun memukul-mukul bantal dengan kedua kepalan tangannya seperti orang yang bertanding tinju. “Apa yang akan ku katakan pada Oppa hah?! Jika aku bertemu Oppa. Oppa mianhae!” ucap Jae Eun penuh penyesalan.
 *****
Ingin tidak peduli tapi tidak bisa, itulah Jae Eun. Jae Eun berjalan pelan-pelan dengan membawa nampan yang berisi semangkuk bubur. Ia berjalan menuju ruang dapur bagian depan, yang biasanya khusus digunakan untuk majikannya.

“O! Anyeonghaseyo Jae Eun –si!” sapa Jeong Min dengan penuh semangat dan ceria.

“Ya!” Jae Eun kaget melihat pria itu yang pagi-pagi begini sudah bertamu ke rumah orang. “Anyeonghaseyo tuan Jeong Min.” Jae Eun meletakkan nampan yang ia bawa.

“Jae Eun –si, apa itu? Buburkah?” Jeong Min bertanya sambil melongok melihat kearah nampa.

“Jae Eun –ah..kemarin malam aku melihatmu menaiki tangga, sepertinya kearah kamar tuan muda.” Cerita So Yoo pada Jae Eun, Jae Eun otomatis langsung kaget.

Kenapa So Yoo eonni tahu??? Batin Jae Eun. “O! Ya.” Jae Eun tergagap saat menjawab.

“Noona, Kwang Min memang sedang tidak enak badan, kemarin waktu aku menelponnya, bicaranya seperti orang mengigau.” Jeong Min menjelaskan. “Biasanya bila sudah seperti itu ia akan lama sembuh.” Jeong Min melanjutkan ceritanya, So Yoo mengangguk membenarkan.

“Jae Eun –ah..apakah kemarin malam kau mengecek keadaan tuan muda lagi? Dan kau tahu tuan muda sakit, sehingga kau membuatkan bubur ini?” tanya So Yoo, Jae Eun hanya balas dengan senyum. “Wa...daebak! Benar-benar baby sister..” menggeleng-gelengkan kepala.
 *****
 Jae Eun berjalan dengan membawa nampan yang berisi semangkuk bubur juga secangkir minuman hangat. Dibelakang, Jeong Min dengan santai mengikuti langkah Jae Eun, sambil sedikit berdendang. Jeong Min datang pagi-pagi karena ingin melihat keadaan Kwang Min.
Jeong Min membukakan pintu untuk Jae Eun, mereka berdua masuk ke kamar Kwang Min. Jae Eun sedikit ragu dan takut karena harus membangunkan Kwang Min. Tapi saat mereka berdua datang ternyata Kwang Min sudah bangun dan berusaha duduk bersandar.

“Kwang Min –ah..bagaimana keadaanmu?” tanya Jeong Min yang sudah ada disamping Kwang Min. Kwang Min hanya  mengangguk, Jeong Min menempelkan telapak tangannya kedahi Kwang Min.
“Wa! Kenapa dengan panasmu?” kemudian Jeong Min melihat baskom kecil isi air juga handuk. Dengan hanya melihat itu Jeong Min tahu siapa yang melakukkannya. Jeong Min sudah duduk dengan tenang di seberang ranjang Kwang Min, tepat menghadap Kwang Min.

“Tuan, silahkan makan dulu.” Jae Eun sudah duduk disamping menghadap Kwang Min. Jae Eun menyuapkan bubur yang ia buat dengan hati-hati, baru beberapa suap Jeong Min yang tenang mulai berbicara.

“Jae Eun –ah..apa kau ingin Kwang Min cepat sembuh?” Jae Eun melihat Jeong Min dan mengangguk, Kwang Min yang melihat Jae Eun mengangguk mengalihkan pandangannya ke Jeong Min.
“Em…biasanya dengan mentransfer panas tubuh itu bisa langsung sembuh.” Kata Jeong Min sambil mengingat-ingat.

“Transfer?” Jae Eun heran.

“Ya…jika kau ingin baby-mu itu sembuh, kau harus menciumnya, supaya dia bisa mentransfer panas tubuhnya…” Jeong Min menjelaskan dengan percaya diri dan tanpa dosa. Mendengar itu Jae Eun kaget dan langsung tertunduk, Kwang Min dengan sedikit kekuatan melemparkan bantal yang ada disampingnya pada Jeong Min.

“Hyung!” Kwang Min emosi. Jae Eun masih tertunduk dan mengaduk-aduk bubur.

“Ya! Nega wae?” Jeong Min tertawa. “Yah?! Kenapa muka kalian berdua merah? Hahahahaha” Jeong Min tertawa lebih keras melihat Kwang Min dan Jae Eun yang menjadi canggung.
 *****
 “Yeoboseyo.” Sekretaris Yoon mengangkat telepon, mendengarkan orang yang meneleponnya dengan seksama.
“Ya. Baik. Saya mengerti” jawab sekretaris Yoon mengakhiri percakapannya. Kemudian beranjak meninggalkan ruang kerjanya.
 *****
 “Jae Eun –ah..apa hari ini kau tidak membuat bekal lagi?” tanya So Yoo yang duduk disamping Jae Eun, diruang dapur.

“Aku sendiri belum tahu.”

“Sudah sekitar satu minggu kau tidak membuat bekal. Tapi, Jae Eun –ah…” muka So Yoo sedikit serius. “Setelah kalian pulang dari Jepang dan tuan muda telah sembuh dari sakit, sikap tuan muda padamu juga berubah.”

“Ha? Benarkah? Aku rasa, tuan muda sama saja seperti biasanya.”

“Hu…kau ini…aku yang seperti ini saja bisa melihat perubahannya, tapi kau yang selalu bersamanya tidak peka sama sekali.”

“Eonni, aku memang tidak merasakan apapun..”

“Jae Eun.” Panggil nyonya Kim.

“Anyeonghaseyo.” Sapa So Yoo dan Jae Eun pada nyonya Kim.

“Ya, nyonya Kim.”

“Kau nanti berangkat ke kantor.” Nyonya Kim memberitahu.

“Apa yang harus saya buat hari ini nyonya?”

“Eopsseo.”
 *****
 Jae Eun sudah duduk tenang dikursinya, Kwang Min memesan menu makanan. Mereka berada di luar kantor untuk makan siang.

“Tuan, kenapa anda mengajak saya kesini?” Jae Eun penasaran.

“Karena aku memang ingin makan disini. Wae? Apa kau tidak suka?”

“Ani. Bukan begitu.”

“Apa kau keenakan di rumah dan lupa tugasmu untuk mengurusku, hah?!”

So Yoo eonni bercanda…apanya yang berbeda? Dia tetap tidak mengerti perasaan orang lain dan berkata seenak perutnya. Batin Jae Eun.

Sesaat pelayan datang membawa pesanan Kwang Min, daging iga sapi. Pelayan tersebut menyalakan panggangan yang ada didepan mereka, sesaat kemudian meninggalkan mereka.

“Yah! Jae Eun –ah..potong dagingnya..” suruh Kwang Min sambil menyodorkan gunting yang disediakan khusus untuk memotong daging. Jae Eun memotong daging itu dan meletakkannya diatas panggangan. Beberapa menit kemudian daging itu matang.

“Emm….masitta..galbinya lezat.” ucap Jae Eun setelah mencicipi.

“Jae Eun –ah.” Kwang Min menyodorkan bungkusan daun selada yang sudah diisi daging panggang. Jae Eun menoleh kekanan dan kekiri.

“Tuan, apa yang anda lakukan?” tanya Jae Eun pelan.

“Kenapa? Aku tidak menyuruhmu untuk melakukan hal yang susah. Bukalah mulutmu.” Tangan Kwang Min sudah ada didepan mulut Jae Eun. Jae Eun kemudian membuka mulutnya menyambut suapan dari Kwang Min. Jae Eun merasa malu serta sungkan diperlakukan seperti itu.
Rrrrrr….. Kwang Min mengambil ponsel yang ada disaku celananya, kemudian menjawab telepon. Kwang Min mendengar dengan seksama orang yang menelpon dirinya, terlihat serius.

bersambung...