Part 5
Malam hari Presdir, Kris,
dan juga Tia sudah duduk tenang di ruang makan. Terlihat pengurus Jang sedang
mempersiapkan makan malam untuk mereka. Tia yang memang orangnya tidak bisa
diam, dengan segera berdiri dan membantu Pengurus Jang.
“Nona Tia, apa yang nona
lakukan?” tanya pengurus Jang melihat Tia ikut membantu.
“Tenang Pengurus Jang, aku
disini hanya orang yang menumpang, tak seharusnya aku duduk tenang disana.”
Jawab Tia pelan pada pengurus Jang, membuat Pengurus Jang tersenyum lembut pada
Tia.
Beberapa saat hidangan
telah siap, dan merekapun mulai menyantap hidangan makan malam. Sesekali
Presdir dan Tia berbicara dan sedikit bercanda tawa, tapi tidak dengan Kris
yang sesekali mengamati Tia. Setelah selesai makan malam, Tia masih tinggal di
ruang makan ketika Presdir dan Kris sudah meninggalkan ruangan itu.
Dengan segera Tia
membereskan meja makan, Pengurus Jang melarang Tia, tapi Tia nekat membantu.
Dan Pengurus Jang tak kuasa menahan Tia, maklum Tia lebih muda darinya
tenaganya pun juga masih banyak.
“Pengurus Jang.” Panggil
Tia. “Ingat! Aku bukan nona muda disini. Pengurus Jang bisa memanggil namaku
dengan biasa jika kita hanya berdua.” Tia memberitahu.
“Kenapa kau berfikir
seperti itu nona Tia?”
“Karena aku hanya
menumpang disini, Pengurus Jang. Dan tak seharusnya pengurus Jang
memperlakukanku sama seperti Presdir dan Tuan Muda.” Tia menjelaskan dengan
lebih lanjut.
“Anda memang mirip.” Ucap
Pengurus Jang tiba-tiba membuat Tia tidak mengerti.
&&&&&
Tia yang selesai membantu
pengurus Jang, kembali ke kamarnya. Betapa tak disangka seseorang sudah duduk
dengan tenang di kursi yang terdapat di dalam kamar yang Tia tempati. Tia tidak
ingin menghiraukannya, Tia hanya berlalu saja. Walaupun Tia juga merasa terusik
privasinya.
“Mencuri kemana saja kau
seharian ini?” tanya Kris membuat Tia menoleh ke arahnya dengan pandangan
kurang bersahabat.
“Apa urusanmu?” tanya Tia
ketus.
“Aku hanya heran saja,
dalam tiga hari pendapatanmu sangat besar.” Kris sudah beranjak dari tempat
duduk dan berjalan ke arah Tia berdiri. “Darimana kau dapat uang itu?” Kris
sudah berdiri tepat dihadapan Tia.
“Apa pedulimu darimana aku
dapat uang itu, hah? Bukankah kau seharusnya bersyukur, uangmu telah kembali.”
Tia kemudian berlalu dari hadapan Kris.
“Aku ingin memastikan
bahwa uang itu halal.” Ucap Kris membuat langkah Tia terhenti. “Kau tidak
menjual tubuhmu kan,
untuk mengganti uangku?” pertanyaan Kris membuat Tia menoleh ke arahnya dengan
pandangan marah.
“Terima kasih atas
perhatianmu tuan muda.” Tia sudah berada dihadapan Kris lagi, menatap marah,
dengan mata berkaca-kaca. “Jika mulutmu sudah selesai berbicara. Cepatlah
keluar dari kamarku.” Nada tegas dari ucapan Tia.
“Ini kamar adikku.” Kris
berucap dengan santai.
“Kau tidak tahu atau kau
bodoh?!” pertanyaan Tia membuat telinga Kris merah. “Kau manusia tidak punya
aturan yang pernah ku temui di dunia. Saat ini, ini adalah kamarku, aku berhak
mengusirmu dari sini.” Tanpa berkata apapun Kris hanya memandang Tia, kemudian
Kris berjalan menuju pintu dan keluar dari kamar Tia.
&&&&&
“Apa kau nyaman?” tanya
Presdir pada Tia. Mereka sedang makan siang bersama di suatu restoran.
“Aku nyaman dan senang
tinggal di rumah ayah. Hanya saja….” Tia tidak melanjutkan ucapannya.
“Hanya apa?”
“Sepertinya, Kris oppa
tidak suka denganku.” Tia menghentikan makannya dan mengingat perlakuan Kris.
“Ayah tahu, dia sangat kasar kepadaku.” Tia sedikit mengadu.
“Kris, memang orang yang
lama untuk beradaptasi dengan orang baru yang ada disekitarnya.” Presdir
tersenyum menjelaskan. “Dia orang yang perhatian dan sangat menyayangi.”
Menyayangi? Darimana? Pria kasar, bukan hanya tingkah laku
tapi juga mulutnya. Batin
Tia.
“Kenapa dia berbeda dengan
ayah?”
“Kris hanya tidak bisa
mengungkapkan isi hatinya, tapi percaya pada ayah, anak ayah itu orang yang
baik.”
Yah….bukankah dia anakmu? Pasti kau akan berbicara yang
baik-baik tentangnya. Lagi Tia membatin dalam hati.
&&&&&
Terlihat Melanie membawa
kantong belanjaan dikedua tangannya, ia sedang menyeberang jalan. Merasa tidak
ada kendaraan yang akan melintas, Melanie melangkahkan kakinya untuk
menyeberang jalan.
Ciiiiitttt…….
Tapi tiba-tiba saja dari
arah lain, sebuah motor sport melintas dan Melanie tak bisa menghindar, alhasil
Melanie terserempet dan terjatuh. Barang-barang yang dibawanya pun juga
berantakkan.
Untungnya pengendara itu
tidak melarikan diri, dengan cepat ia meminggirkan motornya dan turun membantu
Melanie yang saat itu sedang kesakitan.
“Juisonghamnida nona…”
orang itu berusaha membantu Melanie berdiri, kemudian membereskan belanjaan
yang terlihat berceceran. Untung saja Melanie sudah berada ditepi jalan.
“Mana yang sakit nona?”
orang itu sudah membereskan belanjaan Melanie dan lanjut bertanya. Tapi Melanie
tidak bisa menjawab hanya menahan sakit, karena Melanie agak pucat orang yang
menyerempet tadi segera membawa Melanie ke klinik terdekat untuk mendapatkan
perawatan.
“Kita sudah membalut lutut
nona,,” ucap dokter yang merawat Melanie.
“Apakah akan cepat sembuh
Dok?” tanya pengendara itu.
“Anda tenang saja tuan,
nona itu hanya terkejut sehingga ia tidak bisa berkata-kata. Lukanya mungkin
seminggu akan sembuh.” Dokter menjelaskan.
“Syukurlah.” Pengendara
itu terlihat lega.
Melanie berjalan pelan
dari ruangan setelah diobati lukanya, pengendara itu dengan segera membantu
Melanie berjalan.
“Anda tidak apa-apa nona?”
“Ye. Aku merasa lebih
baik.”
Dengan penuh tanggung
jawab, orang yang menyerempet Melanie mengantar Melanie pulang ke rumah. Ia
membantu Melanie berjalan dan membawakan barang belanjaannya. Melanie tidak mau
diantar sebenarnya, tapi pengendara itu bersikeras karena takut Melanie
kenapa-napa lagi di jalan.
“Gamsahamnida.” Ucap
Melanie yang sudah berdiri di depan gerbang.
“Ye. Maaf telah membuat
anda seperti ini.” Pengendara itu seperti merasa bersalah. “Ini belanjaan anda
nona.” Melanie menerima kantong belanjaan yang dibawa orang itu. “Bolehkah aku
meminta nomor telepon anda?”
“Hah?! Untuk apa tuan?”
Melanie terkejut.
“Jika nanti ada apa-apa,
anda bisa menghubungiku.” Dengan ragu-ragu Melanie mengeluarkan ponsel dari
sakunya. Kemudian dengan segera pengendara itu mengambil ponsel Melanie dan
menuliskan nomor teleponnya, dan disambungkan ke teleponnya.
“Nah…nomor telepon anda
sudah ku simpan. Dan nomor teleponku ada pada anda. Jika terjadi apa-apa,
jangan sungkan untuk menghubungiku. Maaf, aku harus segera pergi.” Setelah
mengucapkan kata-kata tadi pengendara itu segera melajukan motornya dengan
gesit, Melanie masih berdiri di depan gerbang melihat kepergian orang yang
menyerempetnya tadi dengan pandangan heran.
&&&&&
Seseorang memperhatikan
orang didepannya sedang menelepon, ia menunggu dengan sabar di ruang kantor
milik orang yang sedang menelepon tersebut.
“Noona,” sapanya setelah
memutuskan pembicaraannya ditelepon. “Tumben noona, mampir kesini.”
“Bagaimana keadaanmu Chan
Sung -ah?”
“Ya, aku sehat.” Chan Sung
sudah menemani saudaranya duduk di sofa.
“Tadi siapa yang kau
telepon?”
“Em….” Chan Sung tersenyum
malu-malu.
“Kekasihmu?” mencoba
menebak.
“Ye. Soa noona.”
“Sepertinya hubungan
kalian lancar-lancar saja ya…” Chan Sung tersenyum menanggapi. “Chan Sung
–ah..apakah kau nyaman dengan keadaan ini?” Soa menanyakan hal lain.
“Aku tidak tahu noona.
Apakah aku harus merasa nyaman atau tidak?” Chan Sung tertunduk. “Noona, sudah
bertemu dengannya?”
“Hhhhfff.” Soa menghela
nafas. “Beberapa hari yang lalu.”
“Ini semua harus segera
diakhiri.” Ucap Chan Sung dengan pandangan menerawang jauh.
bersambung,,,
happy birth day young min kwang min 24042014,,,,,
BalasHapus