Kamis, 24 April 2014

(ori) THIEF OF LOVE part 5



Part 5

Malam hari Presdir, Kris, dan juga Tia sudah duduk tenang di ruang makan. Terlihat pengurus Jang sedang mempersiapkan makan malam untuk mereka. Tia yang memang orangnya tidak bisa diam, dengan segera berdiri dan membantu Pengurus Jang.

“Nona Tia, apa yang nona lakukan?” tanya pengurus Jang melihat Tia ikut membantu.

“Tenang Pengurus Jang, aku disini hanya orang yang menumpang, tak seharusnya aku duduk tenang disana.” Jawab Tia pelan pada pengurus Jang, membuat Pengurus Jang tersenyum lembut pada Tia.

Beberapa saat hidangan telah siap, dan merekapun mulai menyantap hidangan makan malam. Sesekali Presdir dan Tia berbicara dan sedikit bercanda tawa, tapi tidak dengan Kris yang sesekali mengamati Tia. Setelah selesai makan malam, Tia masih tinggal di ruang makan ketika Presdir dan Kris sudah meninggalkan ruangan itu.
Dengan segera Tia membereskan meja makan, Pengurus Jang melarang Tia, tapi Tia nekat membantu. Dan Pengurus Jang tak kuasa menahan Tia, maklum Tia lebih muda darinya tenaganya pun juga masih banyak.

“Pengurus Jang.” Panggil Tia. “Ingat! Aku bukan nona muda disini. Pengurus Jang bisa memanggil namaku dengan biasa jika kita hanya berdua.” Tia memberitahu.

“Kenapa kau berfikir seperti itu nona Tia?”

“Karena aku hanya menumpang disini, Pengurus Jang. Dan tak seharusnya pengurus Jang memperlakukanku sama seperti Presdir dan Tuan Muda.” Tia menjelaskan dengan lebih lanjut.

“Anda memang mirip.” Ucap Pengurus Jang tiba-tiba membuat Tia tidak mengerti.

&&&&&

Tia yang selesai membantu pengurus Jang, kembali ke kamarnya. Betapa tak disangka seseorang sudah duduk dengan tenang di kursi yang terdapat di dalam kamar yang Tia tempati. Tia tidak ingin menghiraukannya, Tia hanya berlalu saja. Walaupun Tia juga merasa terusik privasinya.

“Mencuri kemana saja kau seharian ini?” tanya Kris membuat Tia menoleh ke arahnya dengan pandangan kurang bersahabat.

“Apa urusanmu?” tanya Tia ketus.

“Aku hanya heran saja, dalam tiga hari pendapatanmu sangat besar.” Kris sudah beranjak dari tempat duduk dan berjalan ke arah Tia berdiri. “Darimana kau dapat uang itu?” Kris sudah berdiri tepat dihadapan Tia.

“Apa pedulimu darimana aku dapat uang itu, hah? Bukankah kau seharusnya bersyukur, uangmu telah kembali.” Tia kemudian berlalu dari hadapan Kris.

“Aku ingin memastikan bahwa uang itu halal.” Ucap Kris membuat langkah Tia terhenti. “Kau tidak menjual tubuhmu kan, untuk mengganti uangku?” pertanyaan Kris membuat Tia menoleh ke arahnya dengan pandangan marah.

“Terima kasih atas perhatianmu tuan muda.” Tia sudah berada dihadapan Kris lagi, menatap marah, dengan mata berkaca-kaca. “Jika mulutmu sudah selesai berbicara. Cepatlah keluar dari kamarku.” Nada tegas dari ucapan Tia.

“Ini kamar adikku.” Kris berucap dengan santai.

“Kau tidak tahu atau kau bodoh?!” pertanyaan Tia membuat telinga Kris merah. “Kau manusia tidak punya aturan yang pernah ku temui di dunia. Saat ini, ini adalah kamarku, aku berhak mengusirmu dari sini.” Tanpa berkata apapun Kris hanya memandang Tia, kemudian Kris berjalan menuju pintu dan keluar dari kamar Tia.

&&&&&

“Apa kau nyaman?” tanya Presdir pada Tia. Mereka sedang makan siang bersama di suatu restoran.

“Aku nyaman dan senang tinggal di rumah ayah. Hanya saja….” Tia tidak melanjutkan ucapannya.

“Hanya apa?”

“Sepertinya, Kris oppa tidak suka denganku.” Tia menghentikan makannya dan mengingat perlakuan Kris. “Ayah tahu, dia sangat kasar kepadaku.” Tia sedikit mengadu.

“Kris, memang orang yang lama untuk beradaptasi dengan orang baru yang ada disekitarnya.” Presdir tersenyum menjelaskan. “Dia orang yang perhatian dan sangat menyayangi.”

Menyayangi? Darimana? Pria kasar, bukan hanya tingkah laku tapi juga mulutnya. Batin Tia.

“Kenapa dia berbeda dengan ayah?”

“Kris hanya tidak bisa mengungkapkan isi hatinya, tapi percaya pada ayah, anak ayah itu orang yang baik.”

Yah….bukankah dia anakmu? Pasti kau akan berbicara yang baik-baik tentangnya. Lagi Tia membatin dalam hati.

&&&&&

Terlihat Melanie membawa kantong belanjaan dikedua tangannya, ia sedang menyeberang jalan. Merasa tidak ada kendaraan yang akan melintas, Melanie melangkahkan kakinya untuk menyeberang jalan.
Ciiiiitttt…….
Tapi tiba-tiba saja dari arah lain, sebuah motor sport melintas dan Melanie tak bisa menghindar, alhasil Melanie terserempet dan terjatuh. Barang-barang yang dibawanya pun juga berantakkan.
Untungnya pengendara itu tidak melarikan diri, dengan cepat ia meminggirkan motornya dan turun membantu Melanie yang saat itu sedang kesakitan.

“Juisonghamnida nona…” orang itu berusaha membantu Melanie berdiri, kemudian membereskan belanjaan yang terlihat berceceran. Untung saja Melanie sudah berada ditepi jalan.
“Mana yang sakit nona?” orang itu sudah membereskan belanjaan Melanie dan lanjut bertanya. Tapi Melanie tidak bisa menjawab hanya menahan sakit, karena Melanie agak pucat orang yang menyerempet tadi segera membawa Melanie ke klinik terdekat untuk mendapatkan perawatan.

“Kita sudah membalut lutut nona,,” ucap dokter yang merawat Melanie.

“Apakah akan cepat sembuh Dok?” tanya pengendara itu.

“Anda tenang saja tuan, nona itu hanya terkejut sehingga ia tidak bisa berkata-kata. Lukanya mungkin seminggu akan sembuh.” Dokter menjelaskan.

“Syukurlah.” Pengendara itu terlihat lega.

Melanie berjalan pelan dari ruangan setelah diobati lukanya, pengendara itu dengan segera membantu Melanie berjalan.

“Anda tidak apa-apa nona?”

“Ye. Aku merasa lebih baik.”

Dengan penuh tanggung jawab, orang yang menyerempet Melanie mengantar Melanie pulang ke rumah. Ia membantu Melanie berjalan dan membawakan barang belanjaannya. Melanie tidak mau diantar sebenarnya, tapi pengendara itu bersikeras karena takut Melanie kenapa-napa lagi di jalan.

“Gamsahamnida.” Ucap Melanie yang sudah berdiri di depan gerbang.

“Ye. Maaf telah membuat anda seperti ini.” Pengendara itu seperti merasa bersalah. “Ini belanjaan anda nona.” Melanie menerima kantong belanjaan yang dibawa orang itu. “Bolehkah aku meminta nomor telepon anda?”

“Hah?! Untuk apa tuan?” Melanie terkejut.

“Jika nanti ada apa-apa, anda bisa menghubungiku.” Dengan ragu-ragu Melanie mengeluarkan ponsel dari sakunya. Kemudian dengan segera pengendara itu mengambil ponsel Melanie dan menuliskan nomor teleponnya, dan disambungkan ke teleponnya.

“Nah…nomor telepon anda sudah ku simpan. Dan nomor teleponku ada pada anda. Jika terjadi apa-apa, jangan sungkan untuk menghubungiku. Maaf, aku harus segera pergi.” Setelah mengucapkan kata-kata tadi pengendara itu segera melajukan motornya dengan gesit, Melanie masih berdiri di depan gerbang melihat kepergian orang yang menyerempetnya tadi dengan pandangan heran.

&&&&&

Seseorang memperhatikan orang didepannya sedang menelepon, ia menunggu dengan sabar di ruang kantor milik orang yang sedang menelepon tersebut.

“Noona,” sapanya setelah memutuskan pembicaraannya ditelepon. “Tumben noona, mampir kesini.”

“Bagaimana keadaanmu Chan Sung -ah?”

“Ya, aku sehat.” Chan Sung sudah menemani saudaranya duduk di sofa.

“Tadi siapa yang kau telepon?”

“Em….” Chan Sung tersenyum malu-malu.

“Kekasihmu?” mencoba menebak.

“Ye. Soa noona.”

“Sepertinya hubungan kalian lancar-lancar saja ya…” Chan Sung tersenyum menanggapi. “Chan Sung –ah..apakah kau nyaman dengan keadaan ini?” Soa menanyakan hal lain.

“Aku tidak tahu noona. Apakah aku harus merasa nyaman atau tidak?” Chan Sung tertunduk. “Noona, sudah bertemu dengannya?”

“Hhhhfff.” Soa menghela nafas. “Beberapa hari yang lalu.”

“Ini semua harus segera diakhiri.” Ucap Chan Sung dengan pandangan menerawang jauh.

bersambung,,,

1 komentar: