Part 9
“Oppa.” Panggil Melanie
pada Tao sambil memegang lengan Tao.
“Wae?”
“Tolong, jangan
menceritakan kejadian tadi saat berada di rumah nanti,” pinta Melanie pada Tao,
pada saat berada di luar gerbang rumah.
“Oke. Tapi mengapa?”
“Aku hanya tidak ingin ibu
Jung cemas. Jadi aku mohon ya…” ucap Melanie sambil menempelkan kedua telapak
tangannya didepan wajahnya. Tao hanya mengangguk dan tersenyum pada Melanie.
&&&&&
Langkah Tia terhenti saat
ia tiba didapur dan melihat seseorang yang sedang melanjutkan pekerjaannya
dengan berdendang. Tia melihat dengan pandangan tidak percaya, pada orang yang
mau meneruskan pekerjaannya tersebut.
“Apa yang kau lakukan,
hah?” tanya Tia.
“Tahu tidak? Aku ini dulu
juga seorang patisier, sekarang aku sedang membantumu untuk menyelesaikannya.”
Jawab Kris dengan tenang sambil menumpukan krim ke atas roti dengan
sembarangan.
“Berhenti!” Tia yang sudah
berada di dekat Kris mendorong Kris. “Kenapa kau berbuat begini?” tanya Tia
sambil melihat kue dihadapannya. “Kenapa kau merusaknya?”
“Aku sudah bilang aku
membantumu.” Jawab Kris dengan tenang.
“Pria brengsek tidak tahu
aturan.” Ucap Tia lirih masih memandang kuenya. “Apa kau tidak pernah menghargai
jerih payah orang lain, hah?!!” Tia menatap Kris dengan marah dan mata
berkaca-kaca. Kris juga hanya diam memandang Tia yang sudah meneteskan air
mata.
“Apakah kau marah?” tanya
Kris.
“Menurutmu? Kau pikir ini
bisa jadi barang sekejap?” Tia bertanya dengan kesal. Kris berbalik dan
mengambil sesuatu, kemudian ditaruh dihadapan Tia.
“Itu kue buat tanganmu
yang sebenarnya.” Ucap Kris sesudah meletakkan kue di hadapan Tia. “Kau pikir
aku akan tega berbuat begitu? Aku hanya ingin mengerjaimu saja, tak ku sangka
ternyata reaksimu sampai segitu.” Ucap Kris dengan santai.
“Kau pikir ini lucu?”
“Emmm….” Kris mengangguk
pelan. “Mungkin tidak, dan kau pikir saja, tidak mungkin aku menghancurkan
pesta untuk ayah.” Ucap Kris dengan tenang.
“Apa yang kau inginkan
sebenarnya?” tanya Tia dengan mata sembab.
“Jangan pernah lagi, tidak
memberiku sarapan.” Jawab Kris sambil sedikit mengacak rambut Tia, kemudian
pergi meninggalkan Tia.
Kekanak-kanakan sekali… batin Tia dalam hati sambil mengusap air mata
dipipinya.
&&&&&
“Kenapa kalian sampai
berkelahi?”
“Kita tadi dihadang oleh
seseorang tuan.” Jawab salah satu pria yang berbaju hitam, yang mengejar
Melanie.
“Aku tidak menyuruh kalian
untuk menakuti wanita itu.”
“Maaf tuan.” Ucap dua
orang yang mengejar Melanie tadi secara bersamaan.
“Hanya bertanya saja
kalian tidak benar.”
&&&&&
“Siapa namamu nak?” tanya
ibu Jung.
“Saya Tao.”
“Aku bersyukur karena kau
adalah orang yang baik. Kau mau kesini menengok Melanie.” Kata ibu Jung sambil
tersenyum lega. “Silahkan tunggu sebentar, ibu akan ke dalam.”
“Oya, silahkan bu.”
“Oppa..” panggil seorang
anak kecil yang dari tadi memperhatikan Tao.
“Ye.”
“Apakah oppa itu kekasih
Melanie eonni?” tanya anak kecil itu.
“Soo Hee.” Sahut Melanie
yang saat itu datang membawakan minuman untuk Tao. “Apa yang kau lakukan disini
hah? Masuk ke kamar sana.” Perintah Melanie.
“Aku hanya bertanya,
apakah oppa itu adalah kekasih eonni?” jawab Soo Hee polos. Karena Melanie
terus melihat Soo Hee dengan pandangan tidak bersahabat Soo Hee akhirnya pergi
ke kamarnya. Tao tertawa ringan melihat kepergian Soo Hee.
“Adikmu lucu dan
mengemaskan.”
&&&&&
“Selamat datang ayah…”
sambut Tia dengan ceria.
“Ayah sangat bahagia
disambut begini.” Ucap Presdir dengan senyum mengembang.
“Ayah, tunggu sebentar.
Tia ingin ayah memejamkan mata.”
“Memang kenapa ayah harus
memejamkan mata?”
“Ayah menurut saja, dan
percaya pada Tia, Tia akan menuntun ayah.” Kemudian Presdir menuruti ucapan
Tia. Tia mulai menuntun pelan-pelan Presdir ke suatu tempat yang sudah Tia
persiapkan.
Tia sudah menuntun Presdir
sampai ke tempat yang ia persiapkan. Tia mendudukan Presdir dikursi.
“Sekarang, ayah boleh
membuka mata.” Ucap Tia setelah Presdir duduk dengan baik dikursinya.
“Benarkah ayah boleh
membuka mata?” tanya Presdir masih dengan mata tertutup.
“Iya, silahkan buka mata
ayah.” Jawab Tia mempersilahkan. Pelan-pelan Presdir membuka matanya dan ketika
ia membuka mata, ia sedikit terkejut dengan apa yang dilihat didepannya. Ada kue tart dan lilin
yang sudah menyala juga ada sup rumput laut.
“Selamat ulang tahun
ayah!!” ucap Tia dengan riang dan nyaring. Presdir mengangguk dan tersenyum
pada Tia.
“Sekarang ayah tiup
lilinnya.” Pinta Tia pada Presdir. “Tapi sebelumnya ayah harus berdoa dulu
memohon sesuatu.” Presdir menurut saja dengan apa yang dikatakan Tia. Presdir
menutup mata untuk berdoa sebentar sebelum meniup lilin. Sesaat setelah berdoa
Presdir meniup lilin tersebut.
“Yeee!!!!” teriak Tia
sambil bertepuk tangan juga pengurus Jang dan sekretaris Choi juga ikut bertepuk
tangan. “Sekarang ayah potong kuenya.” Tia menyodorkan pisau roti kepada
Presdir, kemudian Presdir mengiris tart tersebut.
“Ayah, ayah akan berikan
pada siapa potongan kue pertama ini?” tanya Tia pada Presdir.
“Ayah akan memberikannya
untuk ayah sendiri.” Jawab Presdir membuat Tia heran. “Hehehehehehe. Ayah
bercanda.”
“Ayah membuatku terkejut.
Ternyata ayah suka bercanda.”
“Ayah akan memberikannya
pada Tia.” Presdir menyerahkan potongan kue itu pada Tia.
“Terima kasih ayah…” Tia
menerima potongan kue yang diberikan padanya. “Ayah, seharusnya ayah juga
memotong satu lagi untuk oppa.” Tia menyarankan.
“Anak nakal itu tidak usah
dikasih, bagaimana?” ucap Presdir sedikit berbisik pada Tia yang ada di
dekatnya.
“Tidak boleh, bagaimanapun
oppa adalah anak ayah.” Daripada Presdir mendengar ceramah Tia, Presdir mulai
memotong satu lagi dan diberikan pada Kris yang duduk didekatnya. Pengurus Jang
dan sekretaris Choi juga ikut menikmati kue tart buatan Tia.
Malam itu suasana makan
malam dengan latar langit yang cerah, melengkapi pesta kecil yang diadakan.
Mereka bercakap serta bercanda gurau dengan akrab, kehangatan menyelimuti
keadaan saat itu.
“Ini adalah kue tart
buatan nona Tia.” Ucap pengurus Jang memberitahu.
“Benarkah? Rasanya enak,
tidak kalah dengan kue yang dijual di toko-toko kue terkenal.” Presdir memuji.
“Jika ayah bicara begitu,
kepalaku lama-lama bisa menjadi besar.” Tia menanggapi.
“Berarti ayah harus
mengeluarkan banyak uang untuk mengoperasi kepalamu menjadi normal lagi.” Sahut
Kris. Presdir tertawa mendengar Kris dan Tia pun juga ikut tertawa, tapi
tertawa kecut sambil memandang Kris.
bersambung,,,
Tidak ada komentar:
Posting Komentar